DPR Soroti Dugaan Pembiaran Politik Uang oleh Bawaslu pada Pilkada Barito Utara yang Dibatalkan MK
DPR Soroti Dugaan Pembiaran Politik Uang oleh Bawaslu pada Pilkada Barito Utara yang Dibatalkan MK
Komisi II DPR RI menyoroti kinerja Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait dugaan pembiaran praktik politik uang yang terjadi dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara tahun 2024. Sorotan ini muncul setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mendiskualifikasi dua pasangan calon (paslon) yang terbukti melakukan pelanggaran tersebut.
Wakil Ketua Komisi II DPR, Dede Yusuf, mengungkapkan keprihatinannya atas putusan MK yang membatalkan kemenangan dua paslon di Barito Utara dan memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU). Dede Yusuf menyatakan bahwa dengan adanya temuan politik uang yang signifikan, patut diduga adanya pembiaran yang dilakukan oleh Bawaslu sebagai pihak yang berwenang mengawasi jalannya pemilihan.
"Dengan nilai money politics sebesar itu kemungkinan ada pembiaran yang diduga dilakukan oleh penyelenggara, dalam hal ini Bawaslu yang mempunyai otoritas," ujar Dede Yusuf.
Politikus tersebut menambahkan bahwa Komisi II DPR akan terus melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pilkada secara menyeluruh. Menurutnya, kejadian di Barito Utara seharusnya bisa dicegah apabila Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) berfungsi secara maksimal.
"Hal ini sangat berdampak, di berapa daerah yang melaksanakan PSU juga. Masih banyaknya gelombang protes dari elemen masyarakat dan itu semua bisa menyebabkan kepercayaan publik terhadap penyelenggara berkurang," sebutnya.
Sebelumnya, MK mendiskualifikasi pasangan calon nomor urut 1, Gogo Purman Jaga dan Hendro Nakalelo, serta pasangan calon nomor urut 2, Akhmad Gunadi dan Nadalsyah. MK menemukan bukti bahwa kedua pasangan calon tersebut terlibat dalam praktik politik uang dengan menjanjikan sejumlah uang kepada pemilih agar memilih mereka.
MK menjabarkan beberapa temuan signifikan:
- Paslon nomor urut 2 memberikan hingga Rp 16.000.000 kepada satu pemilih.
- Seorang saksi, Santi Parida Dewi, mengaku menerima total Rp 64.000.000 untuk satu keluarga.
- Paslon nomor urut 1 memberikan hingga Rp 6.500.000 kepada satu pemilih.
- Disertai janji pemberangkatan umrah jika menang, sebagaimana diungkapkan saksi Edy Rakhman yang menerima Rp 19.500.000 untuk satu keluarga.
Atas dasar temuan tersebut, MK memutuskan untuk mendiskualifikasi kedua pasangan calon dan memerintahkan KPU untuk menggelar PSU dalam waktu maksimal 90 hari sejak putusan dibacakan.