Polemik Larangan Study Tour: Industri Pariwisata Pertanyakan Esensi Edukasi di Luar Kelas

Industri Pariwisata Merespons Larangan Study Tour: Pembelajaran di Luar Kelas Layak Dipertimbangkan

Kebijakan pelarangan study tour menuai reaksi beragam dari berbagai pihak, terutama dari kalangan industri pariwisata. Para pelaku industri berpendapat bahwa kegiatan study tour tidak semata-mata rekreasi, melainkan memiliki nilai edukatif yang signifikan sebagai sarana pembelajaran di luar kelas. Asalkan, tujuan kegiatan tersebut jelas dan terarah.

Dalam sebuah diskusi yang digelar di Kementerian Pariwisata, perwakilan dari industri pariwisata menyampaikan pandangan mereka mengenai study tour. Satriawan Salim, Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru, menjelaskan bahwa study tour memiliki dua konteks, yaitu study tanpa tour dan tour tanpa study. Menurutnya, study tour merupakan bentuk pendidikan yang dikenal sebagai outdoor learning. Ia menekankan pentingnya kriteria yang jelas dalam pelarangan study tour.

"Dua hal ini adalah bentuk dalam konteks pendidikan yang namanya outdoor learning, itu ada teorinya. Mau di China, mau di Eropa, Finlandia, nggak usah jauh-jauh di Singapura, Australia itu ada pembelajaran luar ruang jadi secara akademis basisnya jelas," ujar Satriawan.

Satriawan menambahkan bahwa pembelajaran di luar ruang memiliki dasar akademis yang kuat. Banyak riset menunjukkan bahwa pembelajaran di dalam kelas dapat menimbulkan rasa jenuh pada siswa, terutama jika hanya berfokus pada mengerjakan lembar kerja siswa (LKS). Study tour dapat menjadi alternatif yang menarik untuk mengatasi kejenuhan tersebut dan memberikan pengalaman belajar yang relevan dan kontekstual bagi siswa.

Senada dengan Satriawan, Direktur Utama Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Intan Ayu Kartika, berpendapat bahwa perlu adanya standarisasi yang jelas terkait kebijakan study tour. Ia menekankan pentingnya bagi siswa untuk mendapatkan pembelajaran di luar kelas, yang dapat membantu mereka mengembangkan kemandirian dan kemampuan mengontrol diri.

TMII, sebagai salah satu destinasi favorit study tour, menawarkan beragam informasi tentang budaya Indonesia. Intan menjelaskan bahwa TMII bukan hanya sekadar tempat wisata, tetapi juga tempat belajar budaya, sejarah, dan memahami kebhinekaan Indonesia.

Sugeng Handoko, pengelola Desa Wisata Nglanggeran di Yogyakarta, menambahkan bahwa study tour bukan hanya sekadar rekreasi, tetapi juga sarana pembelajaran nyata yang dapat dirasakan oleh siswa. Kegiatan ini memungkinkan terjadinya pertukaran informasi antara siswa dan masyarakat setempat, khususnya di desa wisata.

"Pariwisata itu adalah proses membangun karakter dan juga berbagi inspirasi. Wisatawan, anak-anak kota itu terinspirasi dengan kami anak-anak desa," ujar Sugeng.

Sugeng memberikan contoh bagaimana pembelajaran luar ruang dapat saling mempengaruhi dan memberikan inspirasi kepada pengunjung dan masyarakat. Ia menceritakan tentang seorang siswa yang mahir bermain gamelan dan tertarik untuk belajar budaya Jawa, serta anak-anak desa yang terinspirasi oleh siswa-siswa yang fasih berbahasa Inggris.

"Sehingga akhirnya pariwisata tidak hanya sebatas seneng-seneng tapi proses berbagi inspirasi, bayangkan ketika semua itu dilarang. Akhirnya orang itu hanya egois, kalau istilah kayak katak dalam tempurung," imbuhnya.

Isu pelarangan study tour mencuat setelah insiden kecelakaan bus yang membawa rombongan siswa SMK Lingga Kencana di Subang, Jawa Barat, yang menewaskan lebih dari 10 orang. Peristiwa ini memicu kritik terhadap pelaksanaan study tour yang dinilai lebih mengutamakan aspek rekreasi daripada pendidikan.

Sejumlah pemerintah daerah kemudian mengeluarkan kebijakan larangan atau pengetatan izin kegiatan study tour. Fokusnya adalah meninjau kembali manfaat, keselamatan, dan urgensi program wisata edukatif, serta mendorong agar kegiatan serupa dilakukan secara lokal atau virtual untuk meminimalisasi risiko dan biaya.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat sendiri memastikan bahwa study tour tidak benar-benar dilarang, tetapi dibatasi hanya di wilayah Jawa Barat.