Komnas Disabilitas Desak Kesetaraan Hukum: ODGJ Berhak Jadi Saksi yang Disumpah di Persidangan

Komisi Nasional Disabilitas (KND) mendorong adanya perubahan signifikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) terkait hak-hak orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dalam proses peradilan. KND mengusulkan agar ODGJ tidak hanya dipandang sebagai pemberi petunjuk dalam persidangan, melainkan memiliki kedudukan yang setara dengan saksi lainnya dan dapat memberikan keterangan di bawah sumpah.

Usulan ini disampaikan oleh Kelompok Kerja Hukum KND, Alboin Samosir, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI. Fokus utama pembahasan adalah mengenai masukan terhadap Rancangan Undang-Undang KUHAP (RUU KUHAP). Alboin menyoroti pasal dalam KUHAP yang saat ini berlaku, yang mengatur tentang pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan tanpa sumpah atau janji, termasuk di dalamnya adalah orang dengan gangguan jiwa atau sakit ingatan.

Alboin menjelaskan bahwa pasal tersebut cenderung memberikan kesan bahwa ODGJ dapat diterima dalam persidangan tanpa disumpah, namun pada kenyataannya, keterangan mereka hanya dianggap sebagai petunjuk. KND menyayangkan hal ini, karena menurut mereka, ODGJ seharusnya memiliki hak untuk memberikan kesaksian yang sah dan dipertimbangkan sebagai alat bukti yang valid.

"Padahal, kalau kita berbicara tentang alat bukti, seharusnya dia bisa sebagai seorang saksi yang bisa memberikan keterangan, dan kedudukannya bisa menjadi alat bukti, tidak hanya sebagai alat petunjuk, ini yang sangat disayangkan," ujarnya.

KND berpendapat bahwa pasal tersebut mereduksi hak-hak penyandang disabilitas, yang seharusnya memiliki kedudukan yang sama di mata hukum. Alboin mencontohkan situasi di mana seorang ODGJ menjadi satu-satunya saksi mata dalam suatu peristiwa pidana. Dalam kasus seperti itu, keterangan ODGJ akan sangat penting dan berpengaruh terhadap jalannya persidangan. Oleh karena itu, KND menganggap diskriminatif jika keterangan ODGJ tidak dianggap sah hanya karena kondisi kejiwaannya.

KND mengusulkan agar poin yang menyebutkan ODGJ dalam pasal tersebut dihapuskan. Mereka meyakini bahwa ODGJ memiliki kapasitas untuk memberikan keterangan yang relevan dan dapat diandalkan sebagai saksi di pengadilan.

"Karena itu, kami berharap pasal ini seyogianya dihapus saja, karena justru melahirkan problematik proses praktik-praktik implementasi nantinya," tuturnya.

Lebih lanjut, Alboin mengusulkan agar KUHAP menambahkan pasal yang secara eksplisit menyatakan bahwa penyandang disabilitas dapat berstatus sebagai tersangka, terdakwa, terpidana, saksi, atau korban. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa penyandang disabilitas diperlakukan setara di hadapan hukum dan memiliki akses yang sama terhadap keadilan.

KND menekankan pentingnya menjadikan penyandang disabilitas sebagai subjek dalam RUU KUHAP, bukan hanya sebagai objek aturan. Dengan demikian, diharapkan KUHAP yang baru dapat memberikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas secara lebih optimal dalam sistem peradilan pidana.

Poin-poin usulan KND:

  • Menghapus poin dalam pasal KUHAP yang mendiskriminasi ODGJ sebagai saksi.
  • Menambahkan pasal yang mengakui penyandang disabilitas dapat berstatus sebagai tersangka, terdakwa, terpidana, saksi, atau korban.
  • Memastikan penyandang disabilitas diperlakukan setara di hadapan hukum.
  • Menjadikan penyandang disabilitas sebagai subjek dalam RUU KUHAP.