Polri Bongkar Jaringan Grup Inses di Facebook: Enam Tersangka Diciduk
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) berhasil mengungkap jaringan grup daring di platform media sosial Facebook yang memuat konten pornografi dengan unsur hubungan sedarah atau inses. Dalam operasi penegakan hukum ini, enam orang yang berperan sebagai administrator (admin) dan anggota aktif grup tersebut berhasil diamankan di beberapa lokasi berbeda di wilayah Pulau Jawa dan Sumatera.
Kombes Pol Erdi A Chaniago, Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas Polri, menyatakan bahwa pengungkapan kasus ini merupakan hasil kerja keras tim gabungan dari Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri dan Direktorat Siber (Ditsiber) Polda Metro Jaya. Para tersangka diketahui aktif mengunggah dan menyebarkan konten pornografi yang melibatkan perempuan dan anak-anak di bawah umur. Dua grup Facebook yang menjadi fokus perhatian dalam kasus ini adalah "Fantasi Sedarah" dan "Suka Duka".
Modus Operandi dan Jeratan Hukum
Berdasarkan hasil investigasi, grup-grup ini telah lama menjadi perhatian pihak kepolisian karena aktivitasnya yang meresahkan dan berpotensi merusak moral serta psikologis masyarakat, khususnya generasi muda. Pihak kepolisian masih terus melakukan pendalaman terhadap kasus ini, termasuk mengidentifikasi dan melacak keberadaan grup-grup serupa yang mungkin beroperasi di platform media sosial lainnya. Tidak menutup kemungkinan jumlah tersangka akan bertambah seiring dengan perkembangan penyelidikan.
Jumlah anggota dalam dua grup ini diperkirakan mencapai ribuan orang. Polri menegaskan komitmennya untuk menindak tegas setiap bentuk penyebaran konten pornografi, terutama yang melibatkan anak-anak sebagai korban. Hal ini merupakan wujud nyata dari upaya Polri dalam melindungi masyarakat, khususnya generasi muda, dari ancaman konten digital yang berbahaya.
Barang Bukti dan Koordinasi Lintas Instansi
Dalam penggerebekan tersebut, penyidik berhasil menyita sejumlah barang bukti yang relevan dengan aktivitas ilegal para tersangka. Barang bukti tersebut meliputi perangkat komputer, telepon genggam, kartu SIM, dokumen digital berupa foto dan video, serta berbagai barang bukti lainnya yang berkaitan dengan kegiatan ilegal ini.
Sebelumnya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) telah melaporkan dan berkoordinasi dengan pihak kepolisian terkait keberadaan grup-grup tersebut. Sekretaris Kemen PPPA, Titi Eko Rahayu, menyatakan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak serta Tindak Pidana Perdagangan Orang (PPA-PPO) Bareskrim Polri untuk menindaklanjuti laporan tersebut.
Kemen PPPA juga mendesak pihak Facebook selaku penyedia platform untuk segera menutup grup-grup tersebut dan melakukan upaya pencegahan terhadap konten serupa di masa depan. Tindakan ini dianggap penting untuk mencegah penyebaran konten pornografi yang merusak dan melindungi anak-anak dari eksploitasi seksual.
Para pelaku dalam kasus ini dapat dijerat dengan berbagai pasal berlapis, antara lain Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukuman bagi para pelaku cukup berat, mengingat dampak negatif yang ditimbulkan oleh perbuatan mereka.