Banjir Langganan Karangligar: Penantian Panjang Realisasi Janji Pemerintah
Desa Karangligar Merana di Tengah Banjir: Warga Menuntut Tindakan Nyata
Desa Karangligar, yang terletak di Kecamatan Telukjambe Barat, Karawang, Jawa Barat, setiap tahunnya harus berjuang menghadapi bencana banjir yang datang silih berganti. Tidak hanya sekali atau dua kali, namun lebih dari 20 kali dalam setahun, desa ini seolah menjadi langganan banjir. Kondisi ini telah berlangsung bertahun-tahun, membuat warga setempat merasa lelah dan putus asa dengan janji-janji manis yang kerap diucapkan oleh pemerintah, namun minim realisasi. Mereka mendambakan tindakan nyata yang dapat mengakhiri penderitaan mereka.
Banjir di Karangligar bukan lagi sekadar masalah genangan air, melainkan telah menjadi persoalan kompleks yang mengganggu kehidupan sosial dan ekonomi warga. Setiap kali banjir datang, aktivitas sehari-hari terhenti, anak-anak kesulitan pergi ke sekolah, dan perekonomian lumpuh. Warga harus mengungsi, meninggalkan rumah dan harta benda mereka. Setelah banjir surut, mereka harus kembali berjuang membersihkan rumah dan lingkungan dari lumpur dan sampah yang terbawa arus.
Salah seorang warga, Onih, mengungkapkan kepasrahannya terhadap situasi yang tak kunjung membaik. Ia menceritakan bagaimana selama belasan tahun desanya terus menerus dilanda banjir dengan frekuensi yang sangat tinggi. "Kalau banjir mengungsi, kalau surut beberes. Gimana ya, gak tahu gimana (harapan). Pasrah aja," ujarnya dengan nada lesu.
Kekecewaan juga dirasakan oleh Nanih, seorang warga lainnya. Ia mengaku sudah muak dengan janji-janji pembangunan bendungan dan rumah panggung yang pernah dijanjikan oleh Gubernur Jawa Barat saat itu, Dedi Mulyadi. Namun, hingga kini, janji tersebut tak kunjung terealisasi. Rumah Nanih yang terletak di RT 003 Dusun Pengasinan bahkan pernah terendam banjir hingga setinggi kepala, memaksanya mengungsi ke rumah anaknya yang lebih aman. Ia juga mengeluhkan kondisi infrastruktur di lingkungannya, terutama jalan, yang sangat membutuhkan perbaikan.
Warga Karangligar sebenarnya tidak tinggal diam. Mereka telah berulang kali menggelar aksi demonstrasi untuk menyuarakan aspirasi mereka. Namun, upaya tersebut seolah tak membuahkan hasil yang signifikan. Mereka merasa pemerintah kurang serius dalam menangani masalah banjir di desa mereka.
Banjir di Karangligar juga berdampak pada fasilitas umum, seperti SMP N 1 Telukjambe Barat. Sekolah ini kerap terendam banjir, sehingga mengganggu proses belajar mengajar. Siswa-siswa kesulitan untuk pergi ke sekolah dan mengikuti pelajaran dengan tenang.
Menurut data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Karawang, pada Selasa (20/5/2025), terdapat 1.686 warga yang terdampak banjir. Banjir melanda lima desa atau kelurahan di tiga kecamatan, yaitu Desa Karangligar, Desa Sukamakmur, dan Sukaharja di Kecamatan Telukjambe Timur, serta Kelurahan Karawang Kulon dan Tanjungpura di Kecamatan Karawang Barat. Ketinggian air bervariasi antara 20 hingga 180 sentimeter, dengan titik banjir tertinggi berada di Desa Karangligar.
Banjir ini disebabkan oleh luapan dua sungai besar, yaitu Citarum dan Cibeet, yang bertemu di sekitar wilayah Tanjungpura. Pemerintah sebelumnya telah menjanjikan sejumlah solusi untuk mengatasi banjir di Karawang, termasuk pembangunan Bendungan Cibeet, bendungan dan sumur pompa di pertemuan Cibeet dan Citarum, serta rumah panggung. Namun, hingga saat ini, realisasi dari janji-janji tersebut masih menjadi tanda tanya besar bagi warga Karangligar.
Warga Karangligar berharap pemerintah segera mengambil tindakan nyata untuk mengatasi masalah banjir yang telah lama menghantui desa mereka. Mereka mendambakan solusi yang komprehensif dan berkelanjutan, sehingga mereka dapat hidup dengan aman dan nyaman tanpa harus khawatir akan datangnya banjir setiap tahun.