Sri Mulyani Soroti Pergeseran Lanskap Ekonomi Global: Ancaman Bagi Pertumbuhan Indonesia
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan kekhawatiran mendalam mengenai proyeksi ekonomi global yang semakin tidak menentu. Dalam rapat paripurna DPR RI, ia menyoroti bagaimana persaingan ekonomi yang meningkat, perang dagang yang berkepanjangan, dan konflik militer antar negara menciptakan iklim ketidakpastian yang signifikan bagi perekonomian dunia, termasuk Indonesia.
Menurut Sri Mulyani, eskalasi perang dagang dan ketidakjelasan arah kebijakan ekonomi global telah memperburuk situasi yang sudah rentan sejak awal tahun. Beberapa negara bahkan mulai mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi pada triwulan pertama tahun ini, dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Data menunjukkan bahwa Korea Selatan mengalami kontraksi sebesar 0,1%, pertama kalinya sejak pandemi COVID-19 pada tahun 2020. Malaysia juga mengalami perlambatan pertumbuhan dari 4,9% pada triwulan keempat tahun 2024 menjadi 4,4% pada triwulan pertama tahun 2025. Singapura, sebagai pusat perdagangan dan investasi global, mencatat penurunan pertumbuhan yang signifikan dari 5% menjadi hanya 3,8%.
Sri Mulyani menekankan bahwa globalisasi dan semangat kerja sama internasional telah bergeser menjadi fragmentasi dan persaingan sengit di berbagai bidang. Kesepakatan perdagangan dan investasi yang sebelumnya dibangun antar negara kini terancam dan tidak lagi dihormati. Kebijakan proteksionisme dan orientasi my country first mengancam tatanan global yang telah dibangun sejak pasca Perang Dunia II, yang didominasi oleh negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat.
Pergeseran ini, lanjut Sri Mulyani, menyebabkan gangguan pada rantai pasok global yang menjadi fondasi sistem ekonomi dunia. Volatilitas dan ketidakpastian global melemahkan kegiatan ekspor-impor dan mendorong aliran modal keluar (capital outflow), yang mengancam stabilitas nilai tukar, meningkatkan tekanan inflasi, dan menjaga suku bunga global tetap tinggi.
Mengenai kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh Amerika Serikat, Sri Mulyani mengingatkan pada kondisi yang terjadi 125 tahun lalu. Ia juga menyoroti bahwa peran Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), yang seharusnya menjadi wadah negosiasi sengketa dagang antar negara, saat ini tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Kebijakan pengenaan tarif resiprokal oleh AS kepada 145 negara mitra dagangnya dapat dibandingkan dengan tingkat tarif ekstrem tinggi yang terjadi 125 tahun lalu. Situasi ini seolah-olah memutar balik jarum sejarah dunia, kembali ke era Merkantilisme pada abad ke-16 hingga ke-18. Kondisi ini memicu berbagai perubahan tatanan sosial, politik, dan ekonomi di berbagai negara.
Implikasi dari perubahan lanskap ekonomi global ini terhadap Indonesia menjadi perhatian utama. Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk mengantisipasi dampak negatif dan menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah ketidakpastian global yang terus meningkat.
Berikut adalah poin-poin penting yang disampaikan Sri Mulyani:
- Ketidakpastian ekonomi global akibat persaingan dan perang antar negara.
- Kontraksi ekonomi di beberapa negara seperti Korea Selatan dan perlambatan di Malaysia dan Singapura.
- Pergeseran dari globalisasi menjadi fragmentasi dan proteksionisme.
- Gangguan rantai pasok global dan dampaknya pada ekspor-impor.
- Kebijakan tarif resiprokal AS yang mengingatkan pada era Merkantilisme.
- Ancaman terhadap stabilitas nilai tukar dan peningkatan tekanan inflasi.
Situasi ini menuntut kewaspadaan dan respons yang tepat dari pemerintah Indonesia untuk melindungi kepentingan ekonomi nasional.