DPR Minta Penulisan Ulang Sejarah Nasional Dilakukan Secara Objektif dan Transparan
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Komisi X, yang membidangi pendidikan, kebudayaan, riset, dan teknologi, menyampaikan permintaan agar proses penulisan ulang sejarah Indonesia dilakukan secara transparan dan objektif. Hal ini bertujuan untuk menghindari potensi kecurigaan dan resistensi dari masyarakat.
Komisi X DPR RI berencana untuk mengundang Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) untuk membahas isu ini dalam sebuah rapat kerja. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap aspirasi yang disampaikan oleh Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia (AKSI) yang sebelumnya telah menyampaikan kekhawatiran mereka terkait rencana penulisan ulang sejarah tersebut.
Anggota Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, menjelaskan bahwa pihaknya telah menerima masukan dari AKSI mengenai penolakan mereka terhadap penulisan ulang sejarah. Namun, ia menegaskan bahwa Komisi X belum menerima draf rancangan isi dari penulisan sejarah tersebut. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai dasar penolakan yang dilakukan oleh publik, mengingat drafnya sendiri belum tersedia.
Dalam diskusi dengan AKSI, Komisi X DPR RI menggali lebih dalam mengenai aspek-aspek yang menjadi keberatan terhadap rencana penulisan ulang sejarah oleh pemerintah. Beberapa poin yang diangkat antara lain:
- Metode penulisan yang digunakan
- Narasi yang dianggap kurang tepat
- Potensi pengaburan peran tokoh-tokoh penting dalam sejarah
- Adanya muatan politis yang dapat mempengaruhi objektivitas
Kekhawatiran utama dari kelompok masyarakat sipil ini adalah kurangnya transparansi dalam proses penulisan ulang sejarah, serta adanya potensi bias kepentingan pemerintah. Mereka khawatir bahwa materi yang disajikan tidak lengkap atau bahkan mengandung distorsi sejarah.
Untuk mengatasi kekhawatiran ini, Komisi X DPR RI akan meminta Kemenbud untuk memastikan bahwa penulisan sejarah dilakukan secara transparan, objektif, dan akuntabel. Rapat kerja dengan Menteri Kebudayaan diharapkan dapat memberikan klarifikasi dan menjamin bahwa proses penulisan ulang sejarah akan melibatkan berbagai perspektif dan menghindari potensi manipulasi sejarah.
Dengan adanya transparansi dan objektivitas, diharapkan penulisan ulang sejarah Indonesia dapat diterima oleh semua pihak dan tidak menimbulkan polemik yang berkepanjangan. Keterlibatan publik dan ahli sejarah juga menjadi kunci untuk memastikan bahwa sejarah yang ditulis ulang mencerminkan kebenaran dan keadilan.