Jejak Sejarah dan Fenomena Canelé: Dari Sisa Pembuatan Anggur hingga Kue Viral
Jejak Sejarah dan Fenomena Canelé: Dari Sisa Pembuatan Anggur hingga Kue Viral
Canelé, kue mungil asal Prancis dengan tekstur luar yang renyah dan bagian dalam yang lembut, tengah menjadi perbincangan hangat di dunia kuliner, termasuk Indonesia. Popularitasnya yang meroket telah mendorong penelusuran lebih dalam mengenai sejarah dan proses pembuatan kue ikonik ini. Lebih dari sekadar tren makanan, canelé menyimpan kisah menarik yang terbentang selama berabad-abad, dari asal-usulnya yang tak terduga hingga transformasinya menjadi hidangan populer di berbagai penjuru dunia.
Dari Sampah Anggur hingga Hidangan Elegan
Kisah canelé berawal di wilayah Bordeaux, Prancis, yang terkenal sebagai penghasil anggur berkualitas tinggi. Pada abad ke-15 hingga ke-18, proses pembuatan anggur menghasilkan banyak sisa putih telur. Alih-alih dibuang, kuning telur sisa ini dimanfaatkan oleh para biarawati setempat. Dengan kreativitas dan keahlian mereka, kuning telur tersebut kemudian diolah menjadi sebuah kue yang sederhana namun lezat, yang kemudian dikenal sebagai canelé. Nama “canelé” sendiri berasal dari bahasa Prancis, yang berarti “seruling kecil”, merujuk pada bentuknya yang unik, silindris dengan bagian tengah berlubang.
Resep canelé awalnya dijaga kerahasiaannya dan hanya dikenal di lingkungan terbatas. Proses pembuatannya pun membutuhkan cetakan khusus, umumnya terbuat dari tembaga, untuk menghasilkan tekstur yang sempurna. Keunikan cetakan tembaga terletak pada kemampuannya dalam menghantarkan panas secara merata, sehingga menghasilkan lapisan luar yang karamel sempurna dan bagian dalam yang lembut.
Perjalanan Panjang Menuju Popularitas Global
Sepanjang sejarahnya, canelé hampir hilang akibat konflik perang. Namun, berkat usaha para pembuat roti di Bordeaux, resep ini berhasil diselamatkan dan dilestarikan. Pada masa modern, canelé mengalami transformasi, tidak hanya dalam skala produksi, tetapi juga dalam variasi rasa dan penyajiannya. Inovasi, seperti penggunaan cetakan silikon, memudahkan produksi massal, meskipun beberapa pembuat kue masih tetap berpegang pada metode tradisional menggunakan cetakan tembaga.
Warna kehitaman yang menjadi ciri khas canelé modern, yang awalnya dianggap gosong, justru menjadi daya tarik tersendiri. Tekstur renyah di luar dan lembut di dalam telah memikat lidah penikmat kuliner di seluruh dunia. Perkembangan ini juga turut dipengaruhi oleh kapitalisasi pasar yang melihat potensi bisnis canelé yang menjanjikan.
Canelé di Era Digital dan Fenomena Viral
Di era digital saat ini, canelé telah menjelma menjadi salah satu tren makanan viral di media sosial. Banyak influencer kuliner yang mempromosikan kue ini, baik dengan mencoba resepnya sendiri maupun dengan mengulas canelé dari berbagai tempat. Namun, popularitas canelé juga telah menimbulkan beberapa kontroversi, seperti munculnya tuduhan penyalahgunaan resep asli dan permasalahan etika bisnis yang melibatkan beberapa figur publik.
Meskipun demikian, popularitas canelé tidak bisa dipungkiri. Kue ini kini tersedia di berbagai toko roti, dari yang kelas menengah hingga yang mewah. Canelé sering disajikan sebagai teman minum teh atau kopi, dan telah menjadi bagian dari budaya kuliner modern. Perjalanan canelé dari sisa pembuatan anggur hingga menjadi kue viral mencerminkan dinamika industri kuliner dan daya pikat sebuah kue mungil yang menyimpan sejarah panjang dan rasa yang unik.