Perjuangan Pendidikan di Katingan: SD Terpencil Gabungkan Kelas Akibat Minimnya Siswa

Di pelosok Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah, tepatnya di SD Negeri Rangan Bahekang, Kecamatan Bukit Raya, sebuah potret pendidikan yang penuh perjuangan terukir. Sekolah ini, menjadi saksi bisu semangat seorang siswa kelas 6 bernama Resky Fahriadit, yang sekaligus menjadi satu-satunya murid di kelasnya.

SD Negeri Rangan Bahekang hanya memiliki total 13 siswa yang terdiri dari kelas 1 hingga kelas 6. Kondisi ini memaksa pihak sekolah untuk menggabungkan beberapa kelas dalam satu ruangan. Lokasi sekolah yang terpencil, sekitar 12 jam perjalanan dari Palangka Raya, menjadi salah satu faktor penyebab minimnya jumlah siswa.

Fery Iriawan, salah satu dari dua guru yang mengabdikan diri di sekolah ini, mengungkapkan bahwa Desa Rangan Bahekang hanya dihuni sekitar 30 kepala keluarga. Hal ini secara langsung berdampak pada jumlah anak usia sekolah yang sangat terbatas.

"Karena jumlah penduduknya sedikit, jumlah siswanya pun sedikit. Dari kelas I sampai VI hanya 13 orang," ujar Fery. Keterbatasan akses pendidikan menengah juga menjadi tantangan tersendiri bagi para siswa setelah lulus SD. "Di sini hanya ada SD, kalau SMP dan SMA berada 30 menit dari desa ini,"

Keterbatasan dan Dedikasi:

Meski dengan segala keterbatasan, semangat para guru di SD Negeri Rangan Bahekang tak pernah padam. Fery, bersama dengan kepala sekolah, bahu membahu mengajar seluruh mata pelajaran. Mereka dibantu oleh dua tenaga honorer yang bertugas sebagai penjaga sekolah dan staf tata usaha.

Proses belajar-mengajar dilakukan secara bergantian antar kelas. Fery menjelaskan bahwa jumlah murid yang sedikit justru memudahkan dalam pengondisian kelas.

"Bergantian, paling jeda sedikit. Soalnya muridnya sedikit, jadi bisa dikondisikan. Biasanya aku jelaskan materi ke kelas 5 sebentar, lalu ke kelas 6-nya," jelas Fery.

Salah satu kelas yang digabung adalah kelas V dan VI. Proses belajar dilakukan secara efisien, dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.

Akses Terbatas dan Tantangan Infrastruktur:

Akses menuju Desa Rangan Bahekang bukanlah perkara mudah. Perjalanan dari Palangka Raya membutuhkan waktu lebih dari 12 jam, melalui jalur darat yang rusak parah dan dilanjutkan dengan menyusuri sungai berarus deras menggunakan perahu kecil.

"Kalau kami berangkat jam 7 pagi, sampai di desa ini bisa malam, jam 9 malam aku biasanya kalau jalan dari Palangka Raya," ungkap Fery.

Selain akses yang sulit, desa ini juga belum teraliri listrik. Warga mengandalkan tenaga surya untuk penerangan dan jaringan internet. Sinyal pun seringkali hilang, terutama saat cuaca mendung.

"Di sini kami juga tidak punya akses listrik, hanya memakai tenaga surya. Sinyal ini juga pakai tower panel surya yang kalau mendung sinyalnya hilang," tambah Fery.

Kisah Resky dan para guru di SD Rangan Bahekang adalah cermin dari perjuangan pendidikan di daerah terpencil. Di tengah keterbatasan dan tantangan, semangat untuk mencerdaskan generasi muda tetap membara.