Warga Terdampak Banjir di Bandung Barat Gelisah: Janji Relokasi Pasca-Bencana Belum Terealisasi
Penantian Panjang Korban Banjir Bandung Barat: Relokasi Permukiman Tak Kunjung Datang
Bencana banjir bandang yang melanda bantaran Sungai Cimeta di Kabupaten Bandung Barat (KBB) beberapa waktu lalu menyisakan trauma mendalam bagi warga setempat. Lebih dari sekadar kerugian materi, mereka kini hidup dalam ketidakpastian, menanti realisasi janji relokasi yang pernah diucapkan oleh mantan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
Janji tersebut muncul setelah Dedi Mulyadi mengunjungi lokasi bencana di Desa Nyalindung, Kecamatan Cipatat, pada bulan Maret tahun lalu. Kala itu, ia menjanjikan hunian layak di lokasi yang aman dari ancaman banjir bagi puluhan keluarga yang kehilangan tempat tinggal. Bahkan, momen tersebut sempat diabadikan dalam sebuah konten video yang diunggah di kanal YouTube pribadinya.
Namun, harapan warga untuk segera meninggalkan permukiman rawan bencana tampaknya masih jauh dari kenyataan. Meskipun sudah beberapa bulan berlalu sejak janji tersebut diucapkan, belum ada tanda-tanda konkret terkait proses relokasi. Kondisi ini memicu keresahan di kalangan warga, terutama mereka yang rumahnya rusak parah akibat terjangan banjir.
Salah seorang warga, Dede Sumiati, mengungkapkan kekhawatirannya. Ia dan anaknya kini hidup dalam bayang-bayang banjir susulan. Setiap kali hujan deras mengguyur, mereka terpaksa bersiap siaga mengamankan barang-barang berharga dan mengungsi ke tempat yang lebih tinggi. "Kalau hujan datang, apalagi pas malam-malam kita harus siap-siap, baju dimasukin keresek, perabotan diberesin. Soalnya ini kalau hujan airnya pasti naik, khawatir masuk lagi ke dalam rumah, jadinya tidur gak nyenyak," ujarnya.
Pengalaman traumatis saat banjir bandang terjadi masih jelas terbayang di benaknya. Saat itu, ia sedang memasak di dapur ketika tiba-tiba air keruh menerjang rumahnya. Dengan sigap, ia menyelamatkan surat-surat penting dan melarikan diri melalui jendela belakang. "Ibu kemarin pas kejadian tanggal 15 Maret lagi sendiri di rumah. Langsung lari lewat belakang ke kebun cuma bawa surat-surat aja. Kalau yang lain sudah gak ada yang bisa diselamatkan, lemari aja pada jatuh, pintu jebol. Tahun kemarin juga banjir, tapi paling parah tahun ini," kenangnya.
Di sisi lain, Kepala Desa Nyalindung, Oo Suprianta, menjelaskan bahwa proses relokasi mengalami kendala akibat perbedaan pendapat di antara warga. Dari 25 rumah yang terdampak, tidak semua kepala keluarga bersedia untuk direlokasi. Beberapa di antaranya memiliki alasan pribadi, seperti faktor sejarah dan ikatan emosional dengan tempat tinggal mereka.
"Salah satu syarat relokasi kan surat pernyataan kesiapan dari warga. Ada 27 KK yang siap direlokasi. Sisanya menolak dengan berbagai alasan seperti memiliki nilai sejarah dan lain-lain," kata Oo.
Meskipun demikian, mayoritas warga berharap agar pemerintah daerah segera mengambil langkah konkret untuk merealisasikan janji relokasi. Mereka mendambakan tempat tinggal yang aman dan nyaman, sehingga dapat hidup tenang tanpa dihantui rasa takut akan ancaman banjir.
Kini, warga terdampak banjir di Bandung Barat hanya bisa berharap dan terus menanti. Janji relokasi yang pernah diucapkan menjadi secercah harapan di tengah ketidakpastian. Mereka berharap agar pemerintah tidak melupakan nasib mereka dan segera memberikan solusi yang terbaik demi keselamatan dan kesejahteraan bersama.