Diduga Danai Produksi Uang Palsu, Annar Sampetoding Terancam Hukuman Berlapis
Sidang perdana kasus dugaan sindikat uang palsu yang melibatkan nama Annar Salahuddin Sampetoding digelar di Pengadilan Negeri Sungguminasa, Gowa, Sulawesi Selatan. Annar didakwa atas perannya sebagai pihak yang diduga mendanai operasional pabrik uang palsu yang berlokasi di lingkungan kampus UIN Alauddin Makassar. Sidang yang berlangsung di Ruang Kartika tersebut menghadirkan dakwaan yang cukup memberatkan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkapkan kronologi keterlibatan Annar dalam kasus ini. Berawal dari tahun 2022 hingga 2023, Annar disebut memerintahkan Muhammad Syahruna untuk mempelajari teknik pembuatan uang palsu. Instruksi ini kemudian ditindaklanjuti Syahruna dengan mencari informasi melalui internet mengenai cara dan alat yang dibutuhkan.
"Terdakwa (Annar) menyarankan saksi Muhammad Syahruna untuk mempelajari pembuatan uang palsu pada tahun 2022 sampai dengan tahun 2023. Kemudian pada Agustus 2023 saksi Muhammad Syahruna mempelajari cara dan alat yang digunakan dalam pembuatan uang palsu melalui internet," ujar JPU saat membacakan dakwaan.
Untuk memuluskan aksinya, Annar mengucurkan dana sebesar Rp 287 juta kepada Syahruna. Dana tersebut digunakan untuk membeli peralatan dan bahan-bahan yang diperlukan dalam proses pembuatan uang palsu. Transfer dana dilakukan secara bertahap, yang dicatatkan sebagai berikut:
- 24 Agustus 2023: Rp 60 juta
- 25 Agustus 2023: Rp 50 juta
- 26 Agustus 2023: Rp 50 juta
- 28 Agustus 2023: Rp 50 juta
- 29 Agustus 2023: Rp 50 juta
- 21 Oktober 2023: Rp 27 juta
Setelah peralatan dan bahan-bahan terkumpul, rumah Annar yang terletak di Jalan Sunu 3, Kota Makassar, dijadikan lokasi awal produksi uang palsu. Namun, kegiatan tersebut kemudian dipindahkan ke lingkungan UIN Alauddin Makassar.
Pada Februari 2024, Syahruna sempat mencoba alat-alat tersebut untuk mencetak poster Annar yang saat itu berencana mencalonkan diri sebagai Gubernur Sulawesi Selatan. Kemudian, pada Juli 2024, Syahruna mulai mencoba mencetak uang palsu pecahan Rp 100 ribu, namun hasilnya belum memenuhi standar.
Menjelang masa pendaftaran calon Gubernur Sulawesi Selatan, Annar merasa khawatir karena kualitas uang palsu yang dihasilkan belum memadai. Ia kemudian memerintahkan Syahruna untuk menghentikan kegiatan produksi dan memusnahkan seluruh peralatan dan bahan-bahan yang ada.
Namun, sebelum perintah pemusnahan dilaksanakan, Andi Ibrahim datang mengunjungi Annar pada Mei 2024. Andi Ibrahim yang saat itu berencana mencalonkan diri sebagai Bupati Barru, mencari dukungan finansial. Annar kemudian mempertemukan Andi Ibrahim dengan Syahruna untuk membahas kelanjutan produksi uang palsu. Sejak saat itu, proses pembuatan uang palsu dilanjutkan oleh Andi Ibrahim, dan lokasi produksi dipindahkan ke Gedung Perpustakaan UIN Alauddin Makassar.
Atas perbuatannya, Annar didakwa dengan pasal berlapis, yaitu:
- Pasal 37 ayat 1 UU RI Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP (dakwaan primair)
- Pasal 37 ayat 2 UU RI Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP (dakwaan subsidair)
- Pasal 36 ayat 1 UU RI Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP (dakwaan lebih subsidair)
Menanggapi dakwaan tersebut, penasihat hukum Annar menyatakan akan mengajukan eksepsi atau nota keberatan. Sidang lanjutan dengan agenda pembacaan eksepsi akan digelar pada Rabu (28/5).
Penasihat hukum Annar, Husain Rahim, mengungkapkan bahwa salah satu pertimbangan pengajuan eksepsi adalah dugaan pelanggaran prosedur oleh pihak kepolisian saat melakukan penggeledahan. Ia menyebut bahwa saat penggeledahan di rumah Annar di Jalan Sunu, kliennya sedang berada di Jakarta. Selain itu, saat penggeledahan juga tidak ada perwakilan dari pemerintah atau pejabat setempat yang mendampingi pihak kepolisian.
"Saat penggeledahan di Jalan Sunu itu, klien kami atau Bapak Annar Salahuddin itu tidak ada di tempat, lagi di Jakarta. Kebetulan rumahnya yang beliau itu yang di Jalan Sunu itu sudah jarang ditempati," kata Husain Rahim.
Ia juga menambahkan bahwa tidak ada saksi yang melihat secara langsung perbuatan Annar sesuai dengan dakwaan yang dibacakan oleh JPU. "Saksi-saksi yang relevan dengan Pak Annar tidak ada sama sekali, artinya yang melihat secara fakta (tidak ada)," pungkasnya.