Pakar Soroti Tingginya Angka Pengangguran Lulusan SMK hingga S1: Pemerintah Perlu Intervensi Strategis

Gelombang pengangguran di Indonesia masih menjadi tantangan serius, dengan data terbaru menunjukkan kontribusi signifikan dari lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) hingga perguruan tinggi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, per 5 Februari 2025, terdapat 7,28 juta penganggur, dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mencapai 4,76%. Angka ini menunjukkan peningkatan sebanyak 83.000 orang dibandingkan tahun sebelumnya, di mana lulusan SMK, SMA, serta sarjana menempati urutan teratas.

Data BPS menunjukkan bahwa lulusan SMK menyumbang angka pengangguran tertinggi yaitu 8 persen, diikuti oleh lulusan SMA sebesar 6,35 persen, dan lulusan D4, S1, S2, hingga S3 dengan angka 6,23 persen. Fakta ini mengundang keprihatinan mendalam dari berbagai pihak, salah satunya pakar ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. Tadjuddin Noer Effendi, MA. Beliau menekankan perlunya intervensi pemerintah yang lebih serius dan terarah untuk mengatasi masalah ini.

"Cita-cita Indonesia Emas bisa jadi hanya akan menjadi angan-angan jika kita kehilangan potensi generasi muda yang seharusnya menjadi motor penggerak pembangunan," ungkap Prof. Tadjuddin. Ia menambahkan bahwa penyerapan tenaga kerja yang optimal adalah kunci untuk mewujudkan cita-cita tersebut.

Akar Permasalahan dan Solusi

Prof. Tadjuddin mengidentifikasi beberapa faktor utama penyebab tingginya angka pengangguran di kalangan berpendidikan. Di antaranya:

  • Pertumbuhan angkatan kerja yang tidak seimbang dengan ketersediaan lapangan pekerjaan.
  • Ketidaksesuaian (mismatch) antara kurikulum pendidikan dan kebutuhan industri.

Jika masalah ini terus dibiarkan, Prof. Tadjuddin khawatir akan timbul dampak negatif lainnya, seperti peningkatan kemiskinan, kriminalitas, dan erosi kompetensi masyarakat.

Untuk mengatasi permasalahan ini, Prof. Tadjuddin memberikan beberapa rekomendasi kepada pemerintah:

  • Peningkatan Kualitas Pendidikan Vokasi: Revitalisasi pendidikan, terutama dalam hal pelatihan vokasi, sangat penting untuk membekali lulusan dengan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja.
  • Pelatihan Kompetensi Berbasis Digital: Pemerintah perlu memaksimalkan pengembangan pelatihan berbasis digital untuk meningkatkan kompetensi tenaga kerja.
  • Dukungan UMKM: Mendorong pertumbuhan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebagai sumber penciptaan lapangan kerja baru.
  • Program Kartu Prakerja: Melanjutkan dan meningkatkan efektivitas program Kartu Prakerja.
  • Ekspor Tenaga Kerja Terampil: Membuka peluang penempatan tenaga kerja di luar negeri melalui skema Government to Government (G2G) untuk memastikan keamanan dan perlindungan tenaga kerja.

Tantangan Pertumbuhan Ekonomi

Prof. Tadjuddin juga menyoroti tantangan pertumbuhan ekonomi yang dapat memperburuk masalah pengangguran. Kondisi ekonomi yang kurang baik dapat menyebabkan perusahaan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), yang pada akhirnya akan meningkatkan angka pengangguran secara keseluruhan.

"Kombinasi antara PHK dan pengangguran usia muda berpendidikan merupakan ancaman serius. Pemerintah harus segera mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi masalah ini," pungkasnya.