Investigasi BGN Ungkap Akar Masalah Kasus Keracunan Program Makan Bergizi Gratis

Badan Gizi Nasional (BGN) telah melakukan investigasi mendalam terkait serangkaian kasus keracunan yang menimpa peserta program Makan Bergizi Gratis (MBG) di berbagai daerah. Temuan ini dipaparkan oleh Kepala BGN, Dadan Hindayana, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi IX DPR RI. Kejadian keracunan ini sebelumnya dilaporkan terjadi di Cianjur, Bogor, Tasikmalaya, Batang, hingga Pali, Sumatera Selatan, menimbulkan kekhawatiran akan kualitas dan keamanan program yang bertujuan meningkatkan gizi masyarakat.

Investigasi BGN mengidentifikasi beberapa faktor utama yang berkontribusi terhadap insiden keracunan tersebut. Salah satu penyebab utama adalah kualitas bahan baku yang tidak memenuhi standar. Dalam beberapa kasus, bahan baku yang digunakan telah melewati batas kesegaran dan kelayakan konsumsi. Menanggapi temuan ini, BGN telah mengambil langkah-langkah korektif dengan memperketat proses seleksi bahan baku, memastikan hanya bahan segar dan berkualitas yang digunakan dalam program MBG. Selain itu, BGN juga menyoroti masalah dalam proses pengolahan makanan. Waktu pengolahan yang terlalu lama, terutama dalam kasus di Sukoharjo dan Pali, Sumatera Selatan, diduga menjadi faktor pemicu keracunan. Hal serupa juga terjadi di Bandung dan Tasikmalaya, di mana jeda waktu antara memasak dan penyajian makanan terlalu panjang. Untuk mengatasi masalah ini, BGN telah menginstruksikan seluruh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk mempersingkat waktu pengolahan dan penyajian makanan, meminimalkan risiko kontaminasi dan penurunan kualitas.

Selain masalah bahan baku dan pengolahan, BGN juga menyoroti pentingnya protokol keamanan selama proses pengantaran makanan dari SPPG ke sekolah. Insiden keracunan di Batang menjadi contoh bagaimana keterlambatan konsumsi makanan akibat acara sekolah dapat meningkatkan risiko. Oleh karena itu, BGN memperketat pengawasan terhadap waktu pengantaran dan konsumsi makanan, memastikan makanan segera disantap setelah diterima di sekolah. Langkah penting lainnya yang diterapkan BGN adalah kewajiban uji organoleptik terhadap makanan. Uji ini meliputi pemeriksaan tampilan, aroma, rasa, dan tekstur makanan. Jika ditemukan perubahan yang mencurigakan, seperti rasa atau tekstur yang tidak sesuai, menu makanan harus segera diganti dengan alternatif yang lebih aman.

Menariknya, investigasi BGN menemukan bahwa sebagian besar kasus keracunan terjadi pada SPPG yang telah beroperasi selama 3-4 bulan. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa standar kualitas dan keamanan makanan menurun seiring berjalannya waktu akibat rutinitas yang membosankan. Untuk mengatasi masalah ini, BGN memutuskan untuk melakukan penyegaran dan pelatihan rutin bagi para penjamah makanan setiap dua bulan. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka dalam menjaga kebersihan, keamanan, dan kualitas makanan. BGN bekerja sama dengan berbagai pihak terkait, termasuk Dinas Kesehatan, ahli lingkungan, serta pakar makanan dan minuman, untuk memberikan pelatihan yang komprehensif dan relevan. Dengan langkah-langkah ini, BGN berharap dapat mencegah terulangnya kasus keracunan dan memastikan program MBG berjalan dengan aman dan efektif dalam meningkatkan gizi masyarakat.