Pergeseran Musim Kemarau di Jawa Tengah Bagian Selatan: Analisis BMKG

markdown Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengumumkan adanya perubahan jadwal awal musim kemarau di beberapa wilayah Jawa Tengah (Jateng) bagian selatan. Pergeseran ini disebabkan oleh anomali cuaca yang menyebabkan curah hujan masih tinggi di beberapa daerah, meskipun seharusnya sudah memasuki musim kemarau.

Kepala Kelompok Teknisi BMKG Stasiun Meteorologi Tunggul Wulung Cilacap, Teguh Wardoyo, menjelaskan bahwa wilayah Cilacap dan sekitarnya, yang semula diprediksi memasuki musim kemarau pada pertengahan Mei hingga pertengahan Juni, mengalami penundaan. Hingga saat ini, curah hujan di beberapa wilayah seperti Dayeuhluhur, Majenang, Sidareja, Kampunglaut, Adipala, dan Kroya masih di atas 50 milimeter per sepuluh hari (dasarian). Kondisi ini belum memenuhi kriteria awal musim kemarau yang ditandai dengan curah hujan kurang dari 50 mm per dasarian selama tiga dasarian berturut-turut.

Tingginya curah hujan di wilayah Jateng selatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk gangguan cuaca skala mingguan seperti:

  • Sirkulasi siklonik
  • MJO (Madden-Julian Oscillation)
  • Gelombang Kelvin
  • Rossby Ekuator
  • Low Frequency

Kondisi ini menyebabkan beberapa wilayah yang diprediksi memasuki musim kemarau pada pertengahan Mei, seperti Dayeuhluhur, Wanareja, Cipari, dan Sidareja bagian utara, mengalami penundaan. BMKG akan terus melakukan evaluasi terhadap perkembangan cuaca di wilayah lain di Kabupaten Cilacap yang diprakirakan memasuki musim kemarau pada akhir Mei hingga pertengahan Juni.

Selain faktor-faktor global dan regional, kelembapan udara yang tinggi secara lokal juga turut berkontribusi pada tingginya curah hujan. BMKG memprediksi bahwa dalam beberapa hari ke depan, wilayah Cilacap masih berpotensi mengalami hujan ringan hingga sedang yang disertai petir.

Data dari BMKG Stasiun Klimatologi Semarang menunjukkan bahwa pada pertengahan Mei 2025, sebagian besar wilayah Jateng mengalami curah hujan kategori menengah hingga sangat tinggi. Sementara itu, wilayah pantura timur dan sebagian Banyumas, Kebumen, dan Blora mulai menunjukkan curah hujan kategori rendah. Hal ini menunjukkan adanya variasi kondisi cuaca yang signifikan di berbagai wilayah Jateng.

Dengan adanya pergeseran awal musim kemarau ini, BMKG mengimbau masyarakat dan pemerintah daerah untuk terus memantau informasi cuaca terkini dan mengambil langkah-langkah antisipasi yang diperlukan untuk menghadapi potensi dampak yang mungkin timbul, seperti banjir dan tanah longsor. Perubahan iklim yang semakin terasa juga menjadi faktor yang perlu diperhatikan dalam perencanaan dan pengelolaan sumber daya air di masa depan.