Investor Alihkan Fokus ke Tata Kelola AI, Isu Iklim Kurang Mendapat Perhatian
Perhatian investor kini beralih ke tata kelola kecerdasan buatan (AI), menuntut pertanggungjawaban yang lebih besar dari perusahaan teknologi atas risiko etis yang terkait dengan pengembangan dan implementasi AI. Fenomena ini menandai pergeseran prioritas, dengan isu-isu lingkungan dan sosial yang sebelumnya menjadi fokus utama, kini sedikit terpinggirkan.
Laporan terbaru dari Morningstar Sustainalytics mengungkap bahwa dukungan pemegang saham untuk resolusi terkait AI mencapai rata-rata 30% pada musim proksi 2024. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dukungan untuk isu lingkungan dan sosial yang hanya mencapai 16%. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kesadaran dan kekhawatiran investor terhadap potensi dampak negatif AI, seperti penyebaran disinformasi, pelanggaran hak asasi manusia, dan bias algoritmik.
Mayoritas investor menargetkan perusahaan-perusahaan teknologi raksasa seperti Alphabet (Google), Amazon, Apple, Meta (Facebook), dan Microsoft. Resolusi yang diajukan oleh pemegang saham umumnya berfokus pada:
- Pengawasan dewan direksi terhadap pengembangan dan penggunaan AI.
- Transparansi seputar risiko sosial yang ditimbulkan oleh AI.
- Manajemen etika sistem AI.
Meta dan Alphabet menjadi sorotan utama karena sistem iklan bertarget mereka yang ditenagai oleh AI dinilai berperan dalam memperluas penyebaran misinformasi. Investor menuntut kedua perusahaan ini untuk lebih bertanggung jawab dan transparan dalam mengelola risiko etis AI, khususnya terkait dengan penyebaran informasi yang salah dan dampaknya terhadap masyarakat.
Manajer aset di Eropa menunjukkan dukungan yang kuat terhadap resolusi tata kelola AI, dengan sekitar 77% mendukung resolusi terkait. Sebaliknya, manajer aset di Amerika Serikat cenderung lebih konservatif, dengan dukungan rata-rata hanya 30%. Meskipun demikian, dukungan manajer aset AS untuk resolusi AI (41%) masih lebih tinggi dibandingkan dukungan mereka untuk proposal-proposal besar terkait iklim dan sosial lainnya (35%). Hal ini mengindikasikan bahwa investor AS mulai menyadari pentingnya tata kelola AI yang baik.
Namun, industri AI juga menimbulkan kekhawatiran lingkungan yang semakin meningkat. Produksi chip AI sangat bergantung pada penambangan rare earth, yang dapat merusak lingkungan secara signifikan. Selain itu, AI generatif mengonsumsi energi hingga 33 kali lebih banyak daripada perangkat lunak tradisional, dan sebagian besar energi ini masih berasal dari bahan bakar fosil.
Pusat data yang digunakan untuk menjalankan AI juga membutuhkan air dalam jumlah besar untuk pendinginan server, menimbulkan kekhawatiran tentang kelangkaan air di beberapa wilayah. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan AI yang berkelanjutan harus mempertimbangkan dampak lingkungannya.
Di sisi lain, laporan dari ShareAction mengungkapkan adanya ketidaksesuaian antara semangat baru investor untuk mendorong tata kelola AI yang lebih baik dengan kinerja manajer aset dalam memenuhi standar dasar terkait isu-isu lingkungan dan sosial. Dari 76 manajer aset terbesar di dunia yang dinilai oleh ShareAction, sebanyak 87% bahkan tidak memenuhi setengah dari 20 standar investasi bertanggung jawab yang dapat dicapai.
Standar-standar ini meliputi penetapan kebijakan penghentian penggunaan bahan bakar fosil, pembatasan investasi pada senjata kontroversial, penerapan perlindungan bagi keanekaragaman hayati global, dan komitmen untuk melindungi hak asasi manusia. Kegagalan sektor keuangan dalam mengatasi isu-isu lingkungan dan sosial dapat menimbulkan konsekuensi ekonomi yang besar dan mengancam dunia yang aman dan sehat.
Dengan demikian, tata kelola AI menjadi prioritas baru bagi investor, sementara isu-isu lingkungan seperti perubahan iklim dan keberlanjutan sumber daya alam masih membutuhkan perhatian yang lebih besar. Keseimbangan antara inovasi teknologi dan tanggung jawab sosial serta lingkungan menjadi kunci untuk memastikan masa depan yang berkelanjutan.