Diduga Lakukan Tindak Asusila, Oknum Kepala Desa di Kupang Jadi Tersangka
Kasus dugaan tindak asusila yang melibatkan seorang Kepala Desa di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), memasuki babak baru. ADP, oknum Kepala Desa Oesao, kini ditetapkan sebagai tersangka setelah dilaporkan atas dugaan perbuatan cabul terhadap KLA, yang merupakan Sekretaris Desa setempat.
Kasus ini mencuat setelah laporan resmi dilayangkan ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTT pada 24 Maret 2024. Menanggapi laporan tersebut, pihak kepolisian bergerak cepat melakukan serangkaian penyelidikan intensif. Kombes Pol Hendry Novika Chandra, Kepala Bidang Humas Polda NTT, menjelaskan bahwa proses penyelidikan meliputi pengumpulan bukti-bukti terkait dan pemeriksaan sejumlah saksi yang dianggap mengetahui atau memiliki informasi relevan mengenai kejadian tersebut.
Dalam proses penegakan hukum, penyidik juga melakukan pemeriksaan mendalam terhadap korban, KLA, dan terlapor, ADP. Tujuannya adalah untuk mendapatkan klarifikasi serta konfirmasi yang komprehensif mengenai dugaan tindak pidana yang terjadi. Selain itu, sebagai bagian dari upaya pembuktian ilmiah, Polda NTT menggandeng ahli kedokteran forensik dan psikologi. Langkah ini diambil untuk melakukan pemeriksaan terhadap korban dan menganalisis bukti-bukti yang ada, sehingga diperoleh pemahaman yang mendalam dan akurat tentang dampak psikologis dan fisik yang mungkin dialami oleh korban.
Setelah melalui serangkaian proses investigasi yang cermat dan berdasarkan bukti-bukti yang terkumpul, penyidik Ditreskrimum Polda NTT akhirnya menetapkan ADP sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana pencabulan. Penetapan status tersangka ini didasarkan pada kesimpulan bahwa terdapat bukti yang cukup untuk menduga ADP terlibat dalam tindak pidana tersebut. Berkas perkara ADP telah dilimpahkan ke Kejaksaan pada 20 Maret 2025 untuk proses hukum lebih lanjut.
Atas perbuatannya, ADP dijerat dengan Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Pasal ini mengatur tentang sanksi bagi pelaku pelecehan seksual fisik, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara dan denda hingga Rp 300.000.000.
Polda NTT menegaskan komitmennya untuk menangani kasus-kasus kekerasan seksual secara serius dan profesional. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTT menyatakan bahwa pihaknya akan terus menindaklanjuti setiap laporan kekerasan seksual dengan menjunjung tinggi prinsip transparansi dan akuntabilitas.