Penyelidikan Kasus Dugaan Pelecehan Seksual di UIN Mataram Ditingkatkan, Status Dosen W Jadi Sorotan
Kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan seorang dosen berinisial W di Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram memasuki babak baru. Subdirektorat IV Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) telah meningkatkan status penanganan perkara ini ke tahap penyidikan.
Kombes Pol Syarif Hidayat, Direktur Ditreskrimum Polda NTB, mengonfirmasi peningkatan status perkara tersebut. Meskipun demikian, Syarif menyatakan bahwa dosen W belum ditetapkan sebagai tersangka. Pihak kepolisian saat ini masih terus mendalami kasus ini dengan mengumpulkan bukti-bukti dan keterangan saksi.
Sejauh ini, tiga orang korban telah dimintai keterangan oleh pihak kepolisian. Selain itu, dosen W juga telah diperiksa terkait laporan dugaan pelecehan seksual ini. Informasi yang beredar menyebutkan bahwa dosen W sempat mendatangi Polda NTB untuk menghadapi para korban, dan dalam proses pemeriksaan, ia mengakui perbuatannya.
Sebelumnya, Koordinator Aliansi Stop Kekerasan Seksual, Joko Jumadi, mengungkapkan modus operandi yang diduga dilakukan oleh dosen UIN Mataram tersebut. Menurut Joko, dosen yang juga menjabat sebagai pimpinan Ma'had itu, diduga melakukan manipulasi terhadap para korbannya dengan berperan sebagai figur ayah. Taktik ini diduga digunakan untuk memanipulasi korban agar menuruti keinginan pelaku.
"Dia melakukan manipulasi seolah-olah menjadi orang tua dari anak-anak tersebut, kalau kemarin jadi anak batin, kalau ini menjadi ayah, kemudian melakukan manipulasi agar keinginannya bisa dituruti," kata Joko.
Hingga saat ini, tujuh orang korban telah teridentifikasi, terdiri dari alumni dan mahasiswa aktif. Peristiwa dugaan pelecehan seksual ini disebut-sebut telah terjadi sejak tahun 2021 hingga 2024. Dari tujuh korban yang teridentifikasi, lima orang telah berani melaporkan kejadian ini, dengan tiga orang melapor pada hari itu dan dua orang lainnya dijadwalkan melapor pada hari berikutnya.
Kasus ini telah lama ditangani oleh Sahabat Saksi dan Korban, mengingat para korban sebelumnya telah melaporkan kejadian ini ke pihak kampus, namun tidak mendapatkan respons yang memadai. Bahkan, korban justru diminta untuk tidak melaporkan kasus ini ke polisi. Padahal, seharusnya pihak kampus memberikan perlindungan dan pendampingan kepada korban.
Joko menambahkan bahwa para korban telah mendapatkan penanganan dari Sahabat Saksi dan Korban sebelum melaporkan kasus ini ke polisi. Setelah laporan polisi diterbitkan, pihak terkait juga akan mengajukan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
"Ini penguatan cukup lama, sebelum berani melaporkan," kata Joko.
Joko juga menegaskan bahwa hingga saat ini, belum ada laporan mengenai tindakan persetubuhan, melainkan masih sebatas pencabulan.