Terungkap di Persidangan: Zulkarnaen Diduga Perintahkan Pemindahan Dana Judi Online Rp 49 Miliar

Sidang kasus dugaan perlindungan terhadap ribuan situs judi online (judol) yang menjerat Zulkarnaen Apriliantony mengungkap fakta baru. Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (21/5/2025), terungkap bahwa Zulkarnaen diduga memerintahkan istrinya, Adriana Angela Brigita, untuk memindahkan uang senilai puluhan miliar rupiah dari kediaman mereka ke sebuah apartemen.

Kesaksian ini diungkap oleh Kelvin, seorang anggota Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya yang dihadirkan sebagai saksi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Kelvin menjelaskan bahwa penggeledahan dilakukan di dua lokasi, yaitu Slipi dan Kebon Jeruk, setelah Zulkarnaen menyerahkan diri kepada pihak kepolisian pada 1 November 2024.

"Dari mana saudara mengetahui keberadaan uang di dua lokasi tersebut?" tanya Jaksa dalam persidangan. Kelvin menjawab, "Dari Tony (Zulkarnaen)."

Saat penggeledahan, Zulkarnaen mengakui bahwa uang tersebut merupakan hasil setoran dari terdakwa lain yang terlibat dalam kasus ini. Kelvin menjelaskan bahwa uang tersebut disimpan dalam beberapa koper, tas, dan sport bag, terdiri dari pecahan Rupiah, Dolar Amerika Serikat, dan Dolar Singapura. Total nilai uang yang ditemukan diperkirakan mencapai Rp 49 miliar.

Kelvin menambahkan bahwa uang tersebut sebelumnya disimpan di rumah Zulkarnaen, sebelum akhirnya dipindahkan oleh istrinya atas perintah Zulkarnaen.

Kasus ini menyeret beberapa nama, termasuk Zulkarnaen Apriliantony, Adhi Kismanto (pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika), Alwin Jabarti Kiemas (Direktur Utama PT Djelas Tandatangan Bersama), dan Muhrijan alias Agus. Mereka didakwa atas dugaan melindungi situs judi online agar tidak diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), yang kini dikenal sebagai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).

Zulkarnaen dan terdakwa lainnya dijerat dengan Pasal 27 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan/atau Pasal 303 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Mereka diduga bersekongkol dengan sejumlah individu lain dalam praktik ilegal ini, termasuk Denden Imadudin Soleh, Fakhri Dzulfiqar, Muhammad Abindra Putra Tayip N, Syamsul Arifin, Muchlis Nasution, Deny Maryono, Budianto Salim, Bennihardi, Ferry Wiliam alias Acai, Bernard alias Otoy, dan Helmi Fernando.