Regulasi Pekerja Digital Mendesak: Sorotan Legislator terhadap Status Mitra Ojek Online
Status Kemitraan Ojek Online dalam Sorotan: Regulasi Pekerja Digital Mendesak
Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, menyerukan perlunya regulasi yang komprehensif untuk melindungi hak-hak pekerja di sektor transportasi daring dan ekonomi digital. Nurhadi menyoroti potensi penyalahgunaan status 'mitra' yang disematkan kepada pengemudi ojek online (ojol) dan pekerja platform lainnya oleh perusahaan aplikasi.
Menurutnya, status kemitraan ini membuka celah bagi perusahaan untuk menghindari kewajiban-kewajiban yang seharusnya mereka penuhi sebagai pemberi kerja. Hal ini menimbulkan ketidakadilan bagi para pengemudi yang berjuang keras di lapangan.
"Pengemudi ojek online, taksi daring hingga kurir logistik bukan hanya berjuang melawan panas dan hujan, tetapi mereka juga berjuang melawan sistem digital yang melucuti hak-hak dasar mereka sebagai pekerja," tegas Nurhadi.
Nurhadi menekankan bahwa perbedaan antara upaya kerja keras para pengemudi ojol dan pendapatan yang mereka terima mencerminkan ketimpangan struktural dalam ekonomi digital Indonesia. Ia mengkritik status 'mitra' sebagai bentuk eksploitasi modern yang disamarkan.
"Dengan status 'mitra', perusahaan platform dapat menghindari tanggung jawab seperti pembayaran gaji pokok, tunjangan kesehatan, jaminan pensiun, hak cuti, dan perlindungan ketenagakerjaan lainnya. Ini merupakan bentuk eksploitasi baru yang berkedok teknologi," ujarnya.
Kurangnya regulasi yang kuat, menurut Nurhadi, membuat posisi tawar pengemudi ojol sangat rentan. Oleh karena itu, ia menyatakan bahwa DPR memiliki tanggung jawab konstitusional untuk mengatasi masalah hukum dan sosial yang timbul akibat disrupsi digital. Ia menekankan perlunya aturan yang memberikan kepastian hukum bagi pekerja digital.
Nurhadi mempertanyakan efektivitas Omnibus Law Cipta Kerja dalam melindungi pekerja digital, terutama jika mereka tidak memiliki kepastian pendapatan dan perlindungan yang memadai. Ia menggarisbawahi pentingnya payung hukum baru, seperti Undang-Undang, untuk melindungi pekerja online. Regulasi ini diharapkan mencakup transparansi algoritma platform, pembatasan komisi yang wajar, kewajiban jaminan sosial bagi pengemudi, dan evaluasi terhadap kemitraan yang bersifat eksploitatif.
Nurhadi juga mendesak pemerintah, melalui kementerian terkait, untuk menindak tegas perusahaan aplikasi yang melakukan praktik potongan tarif yang merugikan pengemudi. Ia menegaskan bahwa DPR RI akan terus berupaya memperjuangkan hak-hak pekerja ojol.
Lebih lanjut, Nurhadi menyatakan bahwa demonstrasi yang dilakukan oleh pengemudi ojek online bukan hanya tentang uang, tetapi juga tentang martabat. Ia menggambarkan mereka sebagai representasi nyata dari ekonomi digital yang seringkali dipandang sebagai masa depan.
"Yang pasti, DPR melalui komisi-komisi terkait tidak tinggal diam. Selama ini kami di Komisi IX terus bekerja untuk memastikan mitra ojol diakui sebagai pekerja sehingga berhak mendapatkan perlindungan dasar ketenagakerjaan," pungkasnya.