Polisi Bongkar Jaringan Pornografi Anak Online: Ratusan Konten Terlarang Ditemukan
Kasus penyebaran konten pornografi dan eksploitasi anak melalui media sosial kembali mencuat. Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri berhasil mengungkap jaringan pembuatan dan penyebaran konten pornografi anak yang beroperasi melalui grup Facebook dengan nama "Fantasi Sedarah" dan "Suka Duka". Pengungkapan kasus ini bermula dari laporan masyarakat terkait keberadaan grup mencurigakan yang berisi konten-konten terlarang.
Investigasi mendalam yang dilakukan oleh tim siber Bareskrim Polri mengarah pada penangkapan seorang individu berinisial MR, yang diduga sebagai admin dan kreator utama grup Facebook "Fantasi Sedarah". Penangkapan MR dilakukan di wilayah Jawa Barat pada tanggal 19 Mei 2025. Dari hasil pemeriksaan terhadap perangkat elektronik milik MR, petugas menemukan bukti yang mencengangkan. Lebih dari 400 gambar dan video dengan muatan pornografi berhasil diidentifikasi.
Brigjen Himawan Bayu Aji, Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, menjelaskan bahwa motif tersangka MR membuat grup tersebut adalah untuk memuaskan hasrat pribadi dan berbagi konten dengan anggota grup lainnya. Kasus ini menjadi perhatian serius aparat kepolisian karena melibatkan eksploitasi anak dan penyebaran konten yang melanggar hukum.
Selain MR, polisi juga berhasil mengamankan lima tersangka lainnya yang terlibat dalam jaringan ini. Penangkapan dilakukan di berbagai wilayah, termasuk Jawa Barat, Jawa Tengah, Bengkulu, dan Lampung. Identitas kelima tersangka tersebut adalah DK, MS, MJ, MA, dan KA. Dari tangan para tersangka, polisi menyita sejumlah barang bukti yang relevan dengan kasus ini, di antaranya:
- Delapan unit ponsel
- Satu unit PC
- Satu unit laptop
- Enam buah SIM card
- Tiga akun Facebook
- Lima akun email
- Ratusan konten bermuatan pornografi anak
Saat ini, keenam tersangka dijerat dengan pasal berlapis yang mencakup Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Undang-Undang Pornografi, Undang-Undang Perlindungan Anak, dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Ancaman hukuman maksimal bagi para pelaku adalah 15 tahun penjara dan denda sebesar Rp 6 miliar.
Pihak kepolisian terus melakukan pendalaman kasus ini untuk mengungkap kemungkinan adanya grup-grup lain yang serupa. Selain itu, polisi juga berupaya untuk mengidentifikasi para korban eksploitasi dalam kasus ini dan memberikan perlindungan yang diperlukan. Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya pengawasan orang tua terhadap aktivitas online anak-anak dan remaja, serta perlunya kerjasama antara masyarakat dan aparat penegak hukum dalam memberantas kejahatan siber, khususnya yang melibatkan pornografi anak.