Kejagung Soroti Anomali Keuangan Sritex: Kredit Mengalir Deras di Tengah Kerugian

Kejagung Soroti Anomali Keuangan Sritex: Kredit Mengalir Deras di Tengah Kerugian

Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah menyoroti anomali dalam kondisi keuangan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), sebuah perusahaan tekstil raksasa. Meskipun laporan keuangan menunjukkan kerugian signifikan, perusahaan ini terus menerima kucuran kredit dari berbagai bank.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa berdasarkan laporan keuangan, Sritex telah mengalami kerugian mencapai 1,08 miliar Dolar AS atau setara dengan Rp 15,65 triliun pada tahun 2021. Temuan ini menimbulkan pertanyaan besar, mengingat pada tahun sebelumnya, 2020, Sritex masih mampu mencatatkan keuntungan sebesar Rp 1,24 triliun. Perubahan drastis ini menjadi fokus utama penyidikan.

"Ada keganjilan dalam satu tahun mengalami keuntungan yang sangat signifikan, kemudian tahun berikutnya juga mengalami kerugian yang sangat signifikan," ujar Qohar dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (21/5/2025).

Indikasi Korupsi di Balik Kredit

Meskipun pandemi Covid-19 melanda dunia antara tahun 2019 hingga 2023 dan berdampak pada berbagai sektor industri, Kejagung menemukan indikasi korupsi dalam proses pemberian kredit kepada Sritex. Qohar menegaskan bahwa penetapan tersangka didasarkan pada bukti-bukti yang kuat, terlepas dari faktor pandemi.

"Yang pasti selain daripada itu, perbuatan melalui hukum-hukum sudah cukup. Makanya kami tetapkan tersangka hari ini," tegas Qohar.

Salah satu temuan penting adalah total kredit macet Sritex yang mencapai Rp 3,58 triliun hingga perusahaan dinyatakan pailit pada Oktober 2024. Kejagung telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus ini, yaitu:

  • Dicky Syahbandinata (DS), pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Banten dan Jawa Barat (BJB) tahun 2020.
  • Zainudin Mapa (ZM), Direktur Utama PT Bank DKI Jakarta tahun 2020.
  • Iwan Setiawan, yang saat ini menjabat sebagai Komisaris Utama Sritex dan sebelumnya menjabat sebagai Direktur Utama hingga tahun 2022.

Kerugian Negara Ratusan Miliar

Berdasarkan hasil penyidikan, kerugian keuangan negara yang telah terungkap mencapai Rp 692.980.592.188. Dana ini berasal dari dua bank daerah, yaitu Bank BJB yang memberikan kredit sebesar Rp 543.980.507.170 dan Bank DKI Jakarta sebesar Rp 149.007.085.018,57.

Selain dua bank daerah tersebut, Sritex juga memiliki kredit macet di dua bank lainnya. Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Bank Jateng) memberikan kredit sebesar Rp 395.663.215.800 dan bank sindikasi yang terdiri dari sejumlah Himpunan Bank Negara (Himbara) memberikan total Rp 2,5 triliun. Namun, penyidik masih mendalami alasan pemberian kredit dari kedua bank ini sehingga belum dimasukkan sebagai kerugian keuangan negara.

Para tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 juncto pasal 18 Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Saat ini, ketiga tersangka telah ditahan di rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan.