Kejagung Sita Bukti Elektronik dan Dokumen dalam Penggeledahan Terkait Kasus Dugaan Korupsi Sritex
Kejaksaan Agung (Kejagung) memperluas cakupan penyidikan kasus dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas kredit kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dengan melakukan serangkaian penggeledahan di berbagai lokasi yang terkait dengan para tersangka.
Tim penyidik dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung melakukan penggeledahan di beberapa tempat, termasuk kediaman para tersangka yang tersebar di Jakarta Utara, Solo, Bandung, dan Makassar. Langkah ini dilakukan untuk mengumpulkan bukti-bukti yang dapat memperkuat proses penyidikan dan mengungkap secara tuntas jaringan yang terlibat dalam kasus ini.
Abdul Qohar, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, menjelaskan bahwa penggeledahan dilakukan secara intensif untuk mencari dan mengamankan barang bukti yang relevan dengan perkara ini. Dari hasil penggeledahan tersebut, penyidik berhasil menyita sejumlah barang bukti penting, termasuk perangkat elektronik seperti laptop dan tablet, serta berbagai dokumen yang diduga kuat terkait dengan praktik korupsi yang merugikan keuangan negara.
Qohar juga menegaskan komitmen Kejagung untuk terus mengembangkan penyidikan guna mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam kasus ini. "Setiap perkembangan akan kami sampaikan secara transparan kepada publik," ujarnya.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan tiga tersangka, yaitu Iwan Setiawan Lukminto (ISL), yang merupakan mantan Direktur Utama Sritex periode 2005-2022, DS, selaku Pimpinan Divisi Korporasi dan Komersial Bank BJB, dan ZM, mantan Direktur Utama Bank DKI tahun 2020. Ketiganya diduga terlibat dalam penyimpangan pemberian kredit yang mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp692.987.592.188,00 dari total outstanding atau tagihan yang belum dilunasi sebesar Rp3.588.650.880.028,57.
Para tersangka dijerat dengan pasal berlapis, yaitu Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Ancaman hukuman bagi pelaku korupsi sesuai dengan pasal-pasal tersebut adalah pidana penjara dan denda yang signifikan.
Penggeledahan ini merupakan bagian dari upaya Kejagung untuk menindak tegas praktik korupsi yang merugikan negara dan masyarakat. Dengan mengumpulkan bukti-bukti yang kuat dan mengungkap semua pihak yang terlibat, Kejagung berharap dapat memberikan efek jera dan mencegah terjadinya kasus serupa di masa mendatang.