Bank Indonesia Memprediksi The Fed Akan Menurunkan Suku Bunga Acuan pada Paruh Kedua Tahun 2025
Bank Indonesia (BI) memperkirakan bahwa bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed), akan melakukan pelonggaran kebijakan moneter dengan menurunkan suku bunga acuannya sebanyak dua kali pada semester kedua tahun 2025. Proyeksi ini didasarkan pada analisis terkini terhadap dinamika ekonomi global dan domestik, serta mempertimbangkan perkembangan terbaru dalam kebijakan perdagangan internasional.
Saat ini, Fed Funds Rate berada pada kisaran 4,25-4,50 persen, sebuah level yang telah dipertahankan sejak 19 Desember 2024 setelah serangkaian pengetatan kebijakan untuk mengendalikan inflasi. Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyatakan bahwa penurunan suku bunga oleh The Fed diperkirakan akan terjadi pada bulan September dan Desember 2025. Keyakinan ini didasarkan pada ekspektasi bahwa tekanan inflasi di AS tidak akan sekuat perkiraan sebelumnya.
Salah satu faktor utama yang mendasari revisi perkiraan inflasi AS adalah meredanya ketegangan perang tarif antara AS dan China. Perundingan terbaru antara kedua negara menghasilkan kesepakatan untuk mengurangi tarif impor selama periode 90 hari. Kesepakatan ini diharapkan dapat memberikan dorongan positif bagi pertumbuhan ekonomi AS dan China, serta berdampak baik pada negara-negara lain seperti Eropa, Jepang, dan India.
"Perkembangan ini tentu saja merupakan indikator positif. Sebelumnya terjadi perang dagang yang saling meningkatkan tarif, kemudian kedua negara mulai melakukan perundingan dan juga terlihat ada kesepakatan untuk penurunan tarif," ujar Gubernur BI.
Perkembangan ini juga memicu pergeseran aliran modal dari AS ke negara-negara dan aset yang dianggap aman (safe haven asset) di pasar keuangan global. Tren ini diikuti dengan peningkatan aliran modal ke negara-negara berkembang di Asia. Akibatnya, indeks mata uang dolar AS terhadap negara-negara maju (DXY) terus melemah, dan diikuti oleh pelemahan mata uang negara-negara berkembang di Asia.
Namun demikian, BI menekankan bahwa perkembangan negosiasi tarif impor antara AS dan China serta negara-negara lain masih sangat dinamis. Hal ini menyebabkan ketidakpastian perekonomian global tetap tinggi. Kondisi ini memerlukan kewaspadaan serta penguatan respons dan koordinasi kebijakan untuk menjaga ketahanan eksternal, mengendalikan stabilitas, dan mendorong pertumbuhan ekonomi di dalam negeri.
Gubernur BI menambahkan, "Kondisi global masih tidak pasti karena kesepakatan antara AS dan China itu kesepakatan sementara 90 hari sehingga kita perlu tetap waspada. BI tidak segan-segan akan memastikan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah melalui intervensi NDF di luar negeri maupun spot DNDF dan pembelian SBN di dalam negeri."
Bank Indonesia akan terus memantau perkembangan ekonomi global dan domestik secara cermat, serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan Indonesia.