Pelonggaran Moneter: Sektor Perbankan, Properti, dan Konsumen Diprediksi Mendulang Untung

Bank Indonesia (BI) mengambil langkah strategis dengan menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin, menjadikannya 5,50 persen. Keputusan yang diambil dalam Rapat Dewan Gubernur pada 20-21 Mei 2025 ini, dipandang sebagai angin segar bagi pasar finansial dan sinyal kuat terjaganya stabilitas makroekonomi Indonesia.

Penurunan suku bunga ini mencerminkan keyakinan BI terhadap prospek inflasi tahun 2025-2026 yang terkendali di kisaran 2,5 ±1 persen, stabilitas nilai tukar rupiah, dan upaya mendorong pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan moneter yang lebih longgar. Langkah ini sekaligus menandai dimulainya siklus pelonggaran suku bunga setelah periode pengetatan yang berlangsung sejak tahun 2023.

Analis pasar modal Stocknow.id, Hendra Wardana, menyatakan bahwa sektor-sektor seperti perbankan, properti, konsumer, dan otomotif akan menjadi penerima manfaat utama dari kebijakan ini. Penurunan suku bunga berpotensi meningkatkan laba bank, seperti PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN). Hal ini disebabkan oleh penurunan biaya dana dan meningkatnya permintaan kredit, terutama di segmen mikro dan Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

  • Rekomendasi Saham:
    • BBRI: BUY dengan target harga Rp 4.530
    • BBTN: BUY dengan target harga Rp 1.400

Sektor properti juga diperkirakan akan mengalami peningkatan permintaan hunian seiring dengan penurunan suku bunga KPR. Emiten seperti Summarecon Agung (SMRA) dan Alam Sutera Realty (ASRI) diprediksi akan mendapatkan keuntungan. Rekomendasi saham untuk SMRA adalah BUY dengan target harga Rp 515, sementara ASRI juga direkomendasikan BUY dengan target harga Rp 189.

Selain itu, kebijakan BI ini berpotensi menarik minat investor asing. Suku bunga riil Indonesia yang masih positif di kisaran 3 persen, ditambah dengan komitmen BI untuk menjaga stabilitas rupiah, menjadikan pasar modal domestik semakin menarik. Investor global yang sebelumnya menahan diri akibat ketidakpastian ekonomi global, kini berpeluang untuk kembali berinvestasi, terutama pada saham-saham berfundamental kuat yang sebelumnya undervalued. Sebagai indikasi, investor asing mencatatkan net buy sebesar Rp 993 miliar di pasar saham pada perdagangan sebelumnya, menunjukkan respons positif terhadap kebijakan moneter BI.

Secara teknikal, penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang berhasil menembus MA200 di level 7.140 mengindikasikan bahwa tren naik jangka menengah masih terjaga. Target IHSG selanjutnya berada di level 7.324, dan jika berhasil ditembus, membuka peluang menuju level 7.530. Meskipun demikian, koreksi sehat di kisaran 7.050–7.100 masih mungkin terjadi dalam jangka pendek sebelum tren bullish berlanjut.

Secara keseluruhan, penurunan suku bunga ini menjadi momentum penting bagi pasar saham Indonesia. Kebijakan ini tidak hanya memberikan ruang bagi pemulihan ekonomi melalui peningkatan konsumsi dan investasi, tetapi juga memperbaiki sentimen pasar dan mendorong pertumbuhan sektor riil. Sektor perbankan, properti, dan konsumer menjadi sektor yang paling diuntungkan, sementara IHSG memiliki potensi untuk mencapai level resistensi psikologis baru, didukung oleh optimisme domestik dan aliran dana asing yang kembali masuk ke pasar modal.