Polisi Ringkus Sindikat Pengoplos Gas Subsidi, Kerugian Negara Capai Miliaran Rupiah
Aparat kepolisian dari Bareskrim Polri berhasil membongkar jaringan pengoplosan gas LPG bersubsidi yang beroperasi di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Utara. Dalam operasi tersebut, petugas mengamankan sepuluh orang yang diduga terlibat dalam praktik ilegal ini. Pengungkapan kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang resah dengan aktivitas mencurigakan terkait penyalahgunaan gas LPG 3 kg.
Brigjen Nunung Syaifuddin, Dirtipidter Bareskrim Polri, menegaskan bahwa pihaknya menindaklanjuti laporan tersebut dengan melakukan serangkaian penyelidikan mendalam. Nunung menekankan pentingnya penyaluran barang bersubsidi yang tepat sasaran. Modus operandi yang digunakan oleh para pelaku terungkap setelah penangkapan dilakukan di dua lokasi berbeda.
Di Jakarta Utara, lima tersangka dengan inisial KF, MR, W, P, dan AR ditangkap di kawasan Papanggo, Tanjung Priok. Mereka kedapatan memindahkan isi tabung gas LPG 3 kg bersubsidi ke tabung gas 12 kg non-subsidi. Gas oplosan tersebut kemudian dijual kembali ke masyarakat dengan harga yang lebih tinggi, mengambil keuntungan dari selisih harga subsidi. Para tersangka mendapatkan pasokan gas bersubsidi dari sebuah agen di Jakarta Barat. Polisi saat ini tengah memburu RT, yang diduga sebagai otak dari operasi ilegal di Jakarta Utara.
Sementara itu, di Jakarta Timur, petugas mengamankan lima tersangka lainnya dengan inisial BS, HP, JT, BK, dan WS di sebuah gudang di Cilangkap. Kelompok ini melakukan aksinya dengan membeli gas LPG 3 kg bersubsidi dari warung-warung dan pangkalan di sekitar Jakarta Timur. Mereka kemudian memindahkan isi gas tersebut ke tabung LPG non-subsidi berukuran 12 kg, 50 kg, dan 5,5 kg, sebelum menjualnya ke berbagai wilayah di Jakarta. BS, salah satu tersangka, diketahui berperan sebagai koordinator dan penyandang dana dalam kegiatan ilegal ini.
Praktik pengoplosan gas bersubsidi di Jakarta Utara telah berlangsung selama 1,5 tahun, sementara di Jakarta Timur sudah berjalan selama 1 tahun. Akibat perbuatan para pelaku, negara mengalami kerugian yang cukup signifikan. Kerugian di Jakarta Utara diperkirakan mencapai Rp 2.340.800.000, sedangkan di Jakarta Timur mencapai Rp 14.460.600.000.
Atas perbuatan mereka, para tersangka dijerat dengan Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja yang mengubah Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Mereka terancam hukuman penjara maksimal 6 tahun dan denda hingga Rp 60 miliar.