Pemerintah Pertimbangkan Pemangkasan Tarif PPh Badan untuk Dongkrak Penerimaan Negara

Pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto tengah mempertimbangkan langkah strategis untuk mereformasi kebijakan perpajakan Indonesia. Salah satu wacana yang mengemuka adalah potensi penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan, dengan tujuan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan memperluas basis penerimaan negara.

Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo, menyampaikan bahwa fokus utama pemerintah saat ini adalah meningkatkan rasio penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Strategi yang ditempuh bukan melalui peningkatan tarif pajak, melainkan dengan memperluas cakupan wajib pajak. Pemerintah melihat bahwa masih banyak potensi penerimaan yang belum tergali dari sektor-sektor yang belum sepenuhnya patuh terhadap kewajiban perpajakan.

"Tidak ada rencana menaikkan tarif pajak. Fokusnya adalah meningkatkan cakupan pajak, memperluas basis pajak dengan menyasar mereka yang belum patuh," tegas Hashim dalam acara DBS Asian Insights Conference 2025 di Jakarta.

Salah satu opsi yang sedang dikaji secara mendalam adalah menurunkan tarif PPh Badan hingga setara dengan Singapura, yang saat ini menerapkan tarif sebesar 17 persen. Sebagai perbandingan, tarif PPh Badan di Indonesia saat ini berada di angka 22 persen. Pemerintah meyakini bahwa penurunan tarif ini dapat menjadi insentif bagi perusahaan untuk lebih patuh dalam membayar pajak, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan total penerimaan negara.

Wacana penurunan tarif PPh Badan sebenarnya bukan hal yang baru di Indonesia. Ide ini telah bergulir sejak tahun 2019 sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan daya saing investasi Indonesia. Pada saat itu, pemerintah merencanakan penurunan tarif secara bertahap, namun rencana tersebut belum sepenuhnya terealisasi.

Hashim Djojohadikusumo menyoroti bahwa rasio penerimaan pajak Indonesia terhadap PDB saat ini masih tergolong rendah, yaitu sekitar 12,1 persen. Angka ini jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Kamboja (18 persen) dan Vietnam (23 persen). Pemerintah memiliki ambisi untuk meningkatkan rasio ini secara signifikan dalam beberapa tahun mendatang.

Menurut Hashim, jika rasio penerimaan pajak Indonesia dapat ditingkatkan menjadi 18 persen, setara dengan Kamboja, maka potensi tambahan penerimaan negara akan sangat besar. Dengan PDB Indonesia yang mencapai sekitar 1,5 triliun dollar AS, peningkatan 6 persen dalam rasio pajak akan menghasilkan tambahan penerimaan sekitar 90 miliar dollar AS per tahun, atau sekitar Rp 1.440 triliun.

Tambahan penerimaan negara ini akan sangat penting untuk mendanai berbagai program pembangunan nasional dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Pemerintah memiliki sejumlah proyek infrastruktur dan program sosial yang membutuhkan pendanaan besar, dan peningkatan penerimaan pajak akan menjadi sumber utama untuk membiayai proyek-proyek tersebut.

Berikut adalah poin-poin penting yang menjadi fokus pemerintah dalam reformasi perpajakan ini:

  • Tidak ada rencana untuk menaikkan tarif pajak.
  • Fokus pada peningkatan cakupan dan kepatuhan wajib pajak.
  • Pertimbangan penurunan tarif PPh Badan hingga setara Singapura.
  • Target peningkatan rasio penerimaan pajak terhadap PDB.
  • Pemanfaatan tambahan penerimaan untuk mendanai pembangunan nasional.

Dengan strategi yang tepat, pemerintah berharap dapat meningkatkan penerimaan negara secara signifikan dan mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia.