Pungli di Ratenggaro: Pemerintah Daerah dan Pusat Bersatu Padu Berantas Praktik Ilegal

Insiden pemalakan yang dialami seorang Youtuber di kawasan wisata Ratenggaro, Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT), memicu reaksi keras dari berbagai pihak. Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Wamenparekraf), Ni Luh Puspa, dengan tegas menyatakan bahwa praktik pungutan liar (pungli) tidak dapat ditoleransi di destinasi wisata mana pun.

Kejadian yang menimpa Youtuber bernama Jajago Keliling Indonesia, yang sedang melakukan perjalanan keliling Indonesia dengan campervan, menjadi viral dan mencoreng citra pariwisata NTT. Sang Youtuber mengaku dimintai sejumlah uang oleh warga lokal, termasuk anak-anak, dengan alasan yang beragam, mulai dari 'uang beli buku' hingga 'uang sukarela'. Kekecewaan mendalam pun diungkapkan melalui kanal Youtube-nya, yang berpotensi mempengaruhi minat wisatawan lain untuk berkunjung.

Wamenparekraf Ni Luh Puspa menekankan bahwa keamanan, kenyamanan, dan pengalaman yang menyenangkan adalah faktor kunci kepuasan wisatawan. Kepuasan ini akan berdampak positif pada perekonomian masyarakat setempat. "Kita semua memiliki komitmen yang sama, bahwa praktik-praktik seperti pungli tidak boleh terjadi," tegasnya dalam rapat daring bersama para pemangku kepentingan pariwisata di NTT dan Sumba Barat Daya.

Menurut Ni Luh Puspa, masyarakat Kampung Adat Ratenggaro telah menyadari bahwa tindakan oknum yang melakukan pungli adalah perbuatan yang memalukan dan melanggar hukum. Mereka juga menyadari dampak negatif dari viralnya video tersebut, yang dapat merusak citra daerah dan menurunkan jumlah kunjungan wisatawan. Pemerintah pusat berharap pembangunan sektor pariwisata di NTT dapat terus berlanjut secara berkelanjutan, namun hal ini sulit dicapai jika masalah pungli dan keamanan masih menjadi perhatian utama para wisatawan.

Bupati Sumba Barat Daya, Ratu Ngadu Bonu Wulla, menyampaikan permohonan maaf atas nama pemerintah daerah dan masyarakat atas insiden tersebut. Ia berjanji akan mengambil langkah-langkah konkret untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali. "Kami berkomitmen hal ini tidak terjadi lagi agar pengembangan pariwisata di Sumba Barat Daya semakin baik," ujarnya.

Sebagai tindak lanjut, disepakati pembuatan papan informasi yang jelas dan transparan di pintu masuk dan di dalam Kampung Adat Ratenggaro. Papan informasi ini akan berisi daftar tarif resmi untuk berbagai layanan, seperti biaya masuk, tarif menunggang kuda, tarif foto, dan kegiatan lainnya yang telah ditetapkan oleh pihak desa. Bupati bersama Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) juga akan turun langsung ke masyarakat Kampung Adat Ratenggaro untuk mensosialisasikan peraturan dan kesepakatan yang telah dibuat. Selain itu, pemerintah daerah juga berencana untuk membenahi fasilitas yang kurang memadai di kampung tersebut, demi meningkatkan kenyamanan para pengunjung.

Upaya ini diharapkan dapat memulihkan citra pariwisata Ratenggaro dan meningkatkan kepercayaan wisatawan untuk berkunjung ke Sumba Barat Daya. Pemerintah daerah dan pusat bekerja sama untuk menciptakan destinasi wisata yang aman, nyaman, dan memberikan pengalaman yang tak terlupakan bagi setiap pengunjung.