Eksplorasi 'The Sea is Barely Wrinkled': Pameran Tunggal Kei Imazu di Museum MACAN
Pameran Kei Imazu: Lautan Sejarah dan Ekologi di Museum MACAN
Museum MACAN kini menjadi rumah bagi pameran tunggal seniman Jepang, Kei Imazu, bertajuk 'The Sea is Barely Wrinkled'. Pameran ini menawarkan pengalaman mendalam bagi pengunjung, dimulai dari instalasi berskala besar yang langsung menyambut dari pintu masuk. Terinspirasi oleh novel Italo Calvino, Imazu menciptakan ruang yang menyerupai lautan luas, didominasi warna biru yang menenangkan, namun menyimpan kedalaman makna yang kompleks.
Nuansa biru yang meliputi ruang pamer menciptakan atmosfer lautan yang imersif. Permukaan yang tenang pada awalnya, perlahan menyingkap lapisan-lapisan artistik yang kaya dan bergelombang. Pengunjung akan menemukan simbol Nyi Roro Kidul, penanda kuat yang mengaitkan karya Imazu dengan mitologi dan sejarah maritim Indonesia. Detail dan teknik yang digunakan Imazu sangat memukau, mengajak pengunjung untuk mengamati setiap sudut dan tekstur. Kain voil berwarna biru yang membentang di langit-langit area pameran menambah kesan dramatis dan menghanyutkan.
Venus Lau, Direktur Museum MACAN, menjelaskan bahwa pameran ini merupakan puncak dari riset mendalam Kei Imazu tentang kawasan Sunda Kelapa, Jakarta Utara. Sunda Kelapa dulunya merupakan pelabuhan penting yang menjadi saksi bisu berbagai era, dari pusat perdagangan maritim pra-kolonial hingga masa kekuasaan VOC. Imazu menyoroti peristiwa tenggelamnya kapal Batavia pada tahun 1629 di lepas pantai Australia Barat sebagai metafora keruntuhan ambisi kolonial di hadapan kekuatan alam yang tak terduga.
Lebih jauh, Kei Imazu menghubungkan peristiwa sejarah ini dengan kondisi ekologis kawasan pesisir Jakarta saat ini. Banjir musiman, penurunan permukaan tanah, dan berbagai tantangan lingkungan hidup menjadi fokus perhatian dalam karyanya. Imazu ingin mengajak pengunjung untuk merenungkan bagaimana masa lalu, masa kini, dan masa depan kota Jakarta saling terkait dan memengaruhi satu sama lain.
Imazu menjelaskan bahwa ia menciptakan peta waktu sebagai kerangka visual yang melepaskan diri dari linearitas garis waktu. Peta waktu ini memungkinkan pengunjung untuk melihat bagaimana masa lalu, masa kini, dan masa depan saling bertumpang tindih dan berinteraksi.
Tentang Kei Imazu
Kei Imazu adalah seniman asal Jepang yang berbasis di Bandung. Karyanya memadukan teknik artistik tradisional dengan teknologi digital untuk menciptakan karya-karya yang inovatif dan provokatif. Imazu tertarik pada dinamika interaksi antara garis waktu yang bertumpang tindih dalam budaya manusia dan non-manusia, dan ia menggunakan seni untuk menantang batas-batas antara sejarah, mitologi, dan fiksi.
Sebelumnya, Imazu telah menggelar pameran tunggal di Tokyo Opera City Art Gallery, Jepang (2025). Ia juga berpartisipasi dalam berbagai pameran penting lainnya, seperti:
- Bangkok Art Biennale: Nurture Gaia, Bangkok, Thailand (2024)
- documenta fifteen, Kassel, Jerman (2022)
- Mapping the Land/Body/Stories of its Past di ANOMALY, Tokyo, Jepang (2021)
Pada tahun 2025, Imazu dijadwalkan untuk berpartisipasi dalam dua pameran kelompok, yaitu:
- Bukhara Biennial: Recipes for Broken Hearts, Bukhara, Uzbekistan
- Singapore Biennale: pure intention, Singapura
Pada tahun 2020, Imazu terpilih sebagai finalis Prix Jean-François Prat.
Dengan menggabungkan riset mendalam, teknik artistik yang cermat, dan wawasan yang tajam, Kei Imazu menciptakan pameran yang menggugah pikiran dan mengajak kita untuk merenungkan hubungan kita dengan sejarah, lingkungan, dan masa depan.