Kejaksaan Agung Sita Bukti Elektronik dan Dokumen dari Rumah Tersangka Kasus Korupsi Kredit Sritex
Tim penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melakukan serangkaian penggeledahan di kediaman para tersangka yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi terkait pemberian fasilitas kredit kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex).
Penggeledahan yang dilakukan secara serentak pada hari Rabu (21/5/2025), menyasar beberapa lokasi strategis yang diduga memiliki keterkaitan dengan perkara ini. Wilayah-wilayah tersebut meliputi Jakarta Utara, Solo, Jawa Tengah, Bandung, Jawa Barat, Kota Barru, Sulawesi Selatan, dan Kota Makassar. Tindakan ini dilakukan sebagai bagian dari upaya pengumpulan bukti dan pendalaman kasus sebelum pengumuman resmi penetapan tersangka.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa dalam penggeledahan tersebut, tim penyidik berhasil mengamankan sejumlah barang bukti penting. Di antaranya adalah perangkat elektronik seperti laptop dan iPad, serta berbagai dokumen yang relevan dengan perkara korupsi yang tengah diusut.
"Kami telah menyita kurang lebih 15 barang bukti elektronik, laptop dan iPad, dan dokumen-dokumen," ujarnya saat konferensi pers.
Kasus ini menyeret tiga nama sebagai tersangka, yaitu:
- Dicky Syahbandinata (DS), yang pada tahun 2020 menjabat sebagai pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Banten dan Jawa Barat (BJB).
- Zainudin Mapa (ZM), yang pada tahun 2020 menjabat sebagai Direktur Utama PT Bank DKI Jakarta.
- Iwan Setiawan, yang saat ini menjabat sebagai Komisaris Utama Sritex, dan sebelumnya pernah menjabat sebagai Direktur Utama perusahaan tersebut hingga tahun 2022.
Berdasarkan hasil investigasi sementara, kerugian keuangan negara yang berhasil diidentifikasi mencapai angka Rp 692.980.592.188. Kerugian ini berasal dari pemberian kredit oleh dua bank daerah, yaitu Bank BJB sebesar Rp 543.980.507.170 dan Bank DKI Jakarta sebesar Rp 149.007.085.018,57.
Secara keseluruhan, total pemberian kredit dari berbagai unsur bank daerah dan bank pemerintah kepada Sritex mencapai angka fantastis, yaitu Rp 3,58 triliun. Ironisnya, saat ini pembayaran kredit tersebut mengalami kemacetan, dan aset perusahaan tidak mencukupi untuk menutupi kerugian keuangan negara, karena total aset Sritex lebih kecil dari nilai pinjaman yang diberikan.
Atas perbuatan mereka, ketiga tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 juncto pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Setelah penetapan tersangka, ketiganya langsung ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung untuk menjalani proses hukum lebih lanjut.