Ironi Lumbung Padi: Dedi Mulyadi Soroti Konsumsi Beras di Tengah Hamparan Sawah Bekasi-Cirebon

Kabupaten Bekasi, Karawang, Subang, dan Cirebon, yang dikenal sebagai wilayah agraris dengan hamparan sawah yang luas, menyimpan ironi tersendiri. Mantan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menyoroti fenomena paradoks ini di mana masyarakat di wilayah tersebut justru kurang mengonsumsi beras hasil panen sendiri.

Dalam sebuah acara Jaksa Mandiri Pangan di Tambun Utara, Kabupaten Bekasi, Dedi Mulyadi mengungkapkan keheranannya. Ia mempertanyakan mengapa warga di daerah yang seharusnya menjadi lumbung padi ini, lebih memilih sumber pangan lain dibandingkan beras yang mereka tanam. Menurutnya, ketergantungan pada program bantuan sosial seperti PKH (Program Keluarga Harapan) menjadi salah satu faktor yang melatarbelakangi kondisi ini.

Lebih lanjut, Dedi Mulyadi mengidentifikasi adanya tradisi yang, tanpa disadari, berkontribusi pada permasalahan ini. Kebiasaan membawa beras dalam jumlah besar (puluhan liter) saat menghadiri acara hajatan atau kondangan menjadi beban tersendiri bagi para petani, khususnya kuli tandur dan panen. Akibatnya, beras yang seharusnya menjadi sumber pangan utama keluarga, habis untuk memenuhi tuntutan tradisi tersebut.

"Ketika musim hajat dia dapat banyak, ketika selesai hajat, dia harus bayar. Itu kemiskinan terjadi. Nah kemudian, kalau kondangan dicatat. Nanti kalau tidak bayar, kondangannya ditagih ke rumahnya," jelas Dedi, menggambarkan lingkaran kemiskinan yang sulit diputus akibat tradisi yang mengakar.

Ironisnya, Dedi Mulyadi menambahkan, masyarakat yang berada di garis kemiskinan pun seringkali memaksakan diri untuk tetap menjalankan tradisi ini. Mereka rela berutang atau bahkan menjual hasil panen untuk memenuhi tuntutan sosial, yang pada akhirnya semakin menjerat mereka dalam kemiskinan.

Tradisi seperti tatanggapan (hiburan) juga menjadi pengeluaran yang memberatkan bagi keluarga miskin. Anggaran yang seharusnya bisa dialokasikan untuk kebutuhan pokok, justru habis untuk membiayai hiburan sesaat.

Permasalahan ini memerlukan solusi yang komprehensif dan berkelanjutan. Selain meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya mengonsumsi hasil pertanian sendiri, perlu ada upaya untuk mengubah tradisi yang kontraproduktif dan memberdayakan petani agar dapat keluar dari lingkaran kemiskinan.