Ironi Penanganan Banjir: Kritik Dedi Mulyadi Terhadap Perilaku Masyarakat dan Tata Ruang yang Semrawut

Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyoroti adanya ketidaksesuaian antara harapan masyarakat untuk terbebas dari banjir dengan tindakan nyata yang justru memperparah potensi bencana tersebut. Hal ini disampaikan oleh mantan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dalam kunjungannya ke Desa Srimahi, Tambun Utara, Kabupaten Bekasi. Dedi Mulyadi mengungkapkan kegeramannya terhadap perilaku masyarakat yang dinilai kontradiktif.

"Fenomena yang terjadi di sekitar kita ini paradoks," ujarnya. "Masyarakat mengeluh tidak ingin kebanjiran, namun di sisi lain, sungai-sungai justru mengalami penyempitan akibat aktivitas pengurukan. Lahan sawah yang seharusnya menjadi daerah resapan air dialihfungsikan menjadi bangunan. Tata ruang kota dan wilayah pun seakan tidak terencana dengan baik." Dedi Mulyadi secara khusus menyoroti proyek pengerukan Kali Bekasi yang sempat terhenti selama dua tahun. Proyek yang menelan anggaran hingga Rp 500 miliar tersebut terhambat karena kontraktor merasa kesulitan untuk menertibkan bangunan-bangunan liar yang berdiri di sepanjang bantaran sungai. "Kontraktor merasa dilema karena di kanan kiri sungai sudah berdiri bangunan," jelasnya. Namun, berkat dukungan dari Polda Metro Jaya dan Kodam Jaya, proyek pengerukan Kali Bekasi akhirnya dapat dilanjutkan kembali. Dedi Mulyadi juga menyampaikan pesan kepada Bupati Bekasi dan Wali Kota Bekasi untuk lebih serius dalam menjaga tata ruang wilayah masing-masing. Ia menekankan pentingnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran tata ruang agar lahan-lahan yang seharusnya berfungsi sebagai daerah resapan air tidak beralih fungsi menjadi bangunan atau peruntukan lainnya yang dapat memperburuk potensi banjir.