Skandal Korupsi PDNS: Kejaksaan Agung Telusuri Jejak Tiga Menteri Kominfo
Kejaksaan Agung tengah mengusut dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Penyelidikan ini mengungkap bahwa proyek yang berjalan dari tahun 2020 hingga 2024 tersebut, melintasi masa jabatan tiga menteri yang berbeda.
Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Safrianto Zuriat Putra, mengungkapkan bahwa periodisasi pelaksanaan PDNS ini berada dalam periode kepemimpinan tiga menteri. Rudiantara menjabat saat perencanaan awal proyek. Kemudian, Johnny G Plate memimpin saat proyek berjalan dari 2020 hingga 2023. Terakhir, Budi Arie Setiyadi bertanggung jawab dalam perencanaan anggaran tahun 2024. Meski demikian, penyidik masih mendalami fakta-fakta dan belum menyimpulkan adanya keterlibatan langsung dari ketiga menteri tersebut.
"Sejauh ini penyidik masih mendalami fakta dan menunggu perkembangan fakta-fakta berikutnya dari keterangan saksi, apakah ada keterlibatannya atau tidak, atau hanya kebetulan pas di tahun yang bersangkutan menjabat sebagai menteri," ujar Safrianto.
Dalam kasus ini, Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat telah menetapkan lima tersangka. Mereka adalah:
- Semuel Abrijanu Pangerapan (SAP), Dirjen Aplikasi Informatika Pemerintahan Kominfo periode 2016–2024
- Bambang Dwi Anggono (BDA), Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintah 2019–2023
- Nova Zanda (NZ), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) PDNS tahun 2020
- Alfie Asman (AA), Direktur Bisnis PT Aplikanusa Lintasarta 2014–2023
- Pini Panggar Agusti (PPA), Account Manager PT Docotel Teknologi 2017–2021
Proyek PDNS ini diduga merugikan keuangan negara hingga ratusan miliar rupiah. Menurut Safrianto, angka sementara kerugian negara mencapai ratusan miliar. Kasus ini bermula dari dugaan penyalahgunaan anggaran proyek PDNS yang seharusnya mengikuti Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Peraturan tersebut mengamanatkan pengelolaan data pemerintah dilakukan oleh pemerintah sendiri, bukan diserahkan ke pihak swasta.
Namun, dalam pelaksanaannya, proyek PDNS justru dikerjakan oleh pihak swasta yang diduga tidak memenuhi spesifikasi teknis. Pada tahun 2019, Kementerian Komunikasi dan Informatika justru membentuk Pusat Data Nasional Sementara dengan nomenklatur dalam DIPA Tahun 2020 adalah Penyediaan Jasa Layanan Komputasi Awan laaS 2020.
Tiga tersangka utama, Semuel Abrijanu Pangerapan, Bambang Dwi Anggono, dan Alfie Asman, diduga bersekongkol untuk membuat dokumen perencanaan proyek yang sebenarnya tidak diatur dalam Perpres. Mereka menyusun kerangka acuan kerja, dokumen perencanaan, hingga Harga Perkiraan Sendiri (HPS), lalu menyerahkan semuanya kepada Nova Zanda untuk digunakan dalam proses lelang.
"Merekalah yang membuat dokumen perencanaannya, membuat kerangka acuan kerjanya, sehingga setelah dokumen itu ada, menyerahkan kepada tersangka NZ untuk di upload dan dipergunakan sebagai dokumen lelang," kata Safrianto.
Proses lelang diduga diarahkan untuk memenangkan perusahaan tertentu, yang kemudian mensubkontrakkan pekerjaan ke pihak lain dengan spesifikasi di bawah standar. Dari praktik ini, para pelaku diduga menerima suap. Total anggaran proyek PDNS selama periode 2020 hingga 2024 tercatat mencapai Rp 959 miliar, dengan rincian sebagai berikut:
- 2020: Rp 60,37 miliar
- 2021: Rp 102,67 miliar
- 2022: Rp 188,90 miliar
- 2023: Rp 350,96 miliar
- 2024: Rp 256,57 miliar
Dalam penyelidikan, penyidik telah memeriksa 78 saksi dan 4 orang ahli, serta melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi, termasuk kantor Kementerian Kominfo dan perusahaan-perusahaan terkait. Barang bukti yang disita antara lain uang tunai sebesar Rp 1,78 miliar, kendaraan, logam mulia, sertifikat tanah, perangkat elektronik, dan berbagai dokumen penting lainnya.
Kelima tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Mereka juga telah ditahan untuk 20 hari ke depan, terhitung sejak 22 Mei hingga 10 Juni 2025.