Pengacara Hasto Kristiyanto Tuduh KPK Takut Kalah Praperadilan, Pertanyakan Cepatnya Pelimpahan Berkas Perkara
Tuduhan Cepat Selesai Kasus Hasto Kristiyanto: Strategi KPK atau Pelanggaran Hukum?
Sidang praperadilan kedua Sekjen PDI-P, Hasto Kristiyanto, terkait kasus dugaan suap Harun Masiku kembali menjadi sorotan. Kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail, melontarkan tudingan serius terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait percepatan pelimpahan berkas perkara kliennya. Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin, 10 Maret 2025, Maqdir menyatakan keprihatinannya atas proses pemberkasan yang dinilai terburu-buru dan berpotensi melanggar hak-hak tersangka. Ia menduga KPK sengaja mempercepat proses tersebut untuk menghambat jalannya praperadilan.
"Pelimpahan berkas perkara dengan cara seperti ini patut menjadi perhatian kita semua," tegas Maqdir. Ia menambahkan bahwa tindakan KPK tersebut tidak hanya melanggar hak-hak tersangka yang dijamin undang-undang, tetapi juga berpotensi menciptakan preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia. "Apa yang membuat saya risau adalah jika langkah-langkah KPK ini dibiarkan, akan menjadi preseden buruk dan dapat diterapkan pada siapa pun," imbuhnya. Lebih lanjut, Maqdir menuding KPK takut menghadapi praperadilan kedua ini dan berusaha menghindari kekalahan dengan mempercepat proses persidangan di pengadilan Tipikor yang dijadwalkan pada 14 Maret 2025 mendatang.
Dugaan Strategi KPK dan Implikasinya:
Maqdir Ismail secara eksplisit menuduh KPK berupaya menghentikan proses praperadilan dengan cara mempercepat pelimpahan berkas perkara. Menurutnya, ini merupakan tindakan yang sangat berbahaya dan berpotensi merusak sistem hukum Indonesia. "KPK mungkin hanya berpikir tentang kekalahan mereka dalam praperadilan, sehingga mereka memilih jalan pintas ini," ungkap Maqdir. Ia menekankan bahwa tindakan tersebut berpotensi menimbulkan ketidakadilan dan merugikan tersangka. Penahanan Hasto selama 20 hari, terhitung sejak 20 Februari hingga 11 Maret 2025, di Rutan Negara Klas I Jakarta Timur, semakin memperkuat dugaan tersebut, khususnya mengingat jadwal sidang perdana kasus Hasto yang begitu dekat dengan berakhirnya masa penahanan.
Praperadilan Sebelumnya dan Gugatan Baru:
Praperadilan pertama Hasto telah ditolak oleh hakim tunggal PN Jakarta Selatan pada 13 Februari 2025. Hakim beralasan permohonan praperadilan Hasto dianggap kabur atau tidak jelas. Namun, kubu Hasto tak menyerah dan mengajukan dua gugatan praperadilan terpisah, satu untuk kasus suap dan satu lagi untuk kasus perintangan penyidikan. Langkah ini menunjukkan determinasi kubu Hasto untuk mendapatkan keadilan dan mempertanyakan legalitas proses hukum yang dijalaninya.
Kesimpulan:
Pernyataan pengacara Hasto Kristiyanto membuka pertanyaan serius terkait profesionalisme dan integritas KPK. Tudingan ini menuntut transparansi dan akuntabilitas dari KPK untuk menjelaskan proses pemberkasan dan penentuan jadwal persidangan. Percepatan proses hukum yang kontroversial ini harus dikaji secara menyeluruh untuk memastikan tidak terjadi pelanggaran hukum dan terjaminnya hak-hak tersangka. Ke depan, diperlukan mekanisme yang lebih kuat untuk mengawasi proses penegakan hukum agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang dan terciptanya keadilan yang sejati.