Pendiri Sriwijaya Air Terancam Hukuman Berat dalam Kasus Korupsi Timah Ratusan Triliun

Pengusaha Hendry Lie, yang dikenal sebagai salah satu pendiri maskapai penerbangan Sriwijaya Air, menghadapi tuntutan hukuman 18 tahun penjara terkait dugaan korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah. Kasus ini, yang menyeret sejumlah nama besar, diperkirakan telah menyebabkan kerugian negara yang fantastis, mencapai Rp 300 triliun.

Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyampaikan tuntutan pidana terhadap Hendry Lie. Jaksa menilai Hendry terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.

Hendry Lie, dalam kasus ini, bertindak sebagai pemilik saham mayoritas di PT Tinindo Internusa (TIN). Perusahaan ini terlibat dalam perjanjian kerja sama sewa smelter dengan PT Timah Tbk. Jaksa menduga, kerja sama ini menjadi salah satu pintu masuk praktik korupsi yang merugikan negara.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 18 tahun dikurangi sepenuhnya dengan lamanya terdakwa ditahan dengan perintah agar terdakwa tetap dilakukan penahanan," tegas Jaksa Penuntut Umum saat membacakan tuntutan di hadapan majelis hakim.

Selain tuntutan pidana penjara, Hendry Lie juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 1 miliar. Apabila denda tersebut tidak dibayarkan, maka akan diganti dengan hukuman kurungan selama 1 tahun.

Tuntutan lain yang diajukan Jaksa adalah pembayaran uang pengganti sebesar Rp 1,06 triliun. Uang pengganti ini harus dibayarkan dalam jangka waktu satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Jika Hendry Lie tidak mampu membayar dalam kurun waktu tersebut, maka aset-asetnya akan disita untuk menutupi kerugian negara. Apabila aset yang disita tidak mencukupi, maka hukuman penjara selama 10 tahun akan menggantikan kewajiban pembayaran uang pengganti.

Kasus ini bermula dari penyidikan dugaan korupsi dalam tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk dari tahun 2015 hingga 2022. Kejaksaan Agung kemudian menetapkan sejumlah tersangka, termasuk Hendry Lie dan Harvey Moeis, seorang pengusaha yang dikenal luas.

Dalam dakwaan yang dibacakan, Jaksa menyebut bahwa Hendry Lie bersama-sama dengan Harvey Moeis dan pihak-pihak lain terlibat dalam praktik korupsi yang merugikan keuangan negara. PT TIN, perusahaan milik Hendry, disebut-sebut menjadi salah satu smelter timah swasta yang difasilitasi oleh Harvey Moeis untuk mendapatkan proyek kerja sama dengan PT Timah Tbk.

Jaksa Penuntut Umum mengungkapkan bahwa kerugian negara akibat praktik korupsi ini mencapai angka yang sangat fantastis, yaitu Rp 300.003.263.938.131,14. Angka ini didasarkan pada laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh pihak berwenang.

Sidang kasus ini masih akan berlanjut dengan agenda pembelaan dari pihak terdakwa. Putusan pengadilan akan menentukan nasib Hendry Lie dalam kasus korupsi timah yang menggemparkan ini.