Mantan Dirjen Aptika Kominfo Jadi Tersangka Korupsi PDNS, Sempat Acungkan Jempol Sebelum Ditahan

Mantan Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Semuel Abrijani Pangerapan, kini menghadapi konsekuensi hukum atas keterlibatannya dalam dugaan korupsi proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS). Usai menjalani pemeriksaan di Gedung Kejaksaan Negeri Jakarta Timur pada Rabu (22/5/2025), Semuel, yang mengenakan rompi tahanan berwarna merah, memberikan gestur yang mencolok di hadapan awak media.

Di tengah barisan tersangka lain, Semuel tampak berbeda. Alih-alih menunduk atau menunjukkan penyesalan, ia justru mengacungkan kedua jempolnya, meskipun tangannya terborgol. Ekspresi matanya, yang terlihat menyipit di balik masker, mengisyaratkan senyuman. Petugas kemudian mengawal Semuel ke dalam mobil tahanan yang telah menunggu. Penetapan Semuel sebagai tersangka menambah daftar panjang pihak yang diduga terlibat dalam kasus korupsi PDNS ini. Selain Semuel, empat orang lainnya juga telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni Bambang Dwi Anggono (Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintah 2019–2023), Nova Zanda (Pejabat Pembuat Komitmen PDNS tahun 2020), Alfie Asman (Direktur Bisnis PT Aplikanusa Lintasarta 2014–2023), dan Pini Panggar Agusti (Account Manager PT Docotel Teknologi 2017–2021).

Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Timur, Safrianto Zuriat Putra, mengungkapkan bahwa kerugian negara akibat proyek PDNS ini mencapai ratusan miliar rupiah. Kasus ini bermula dari dugaan penyalahgunaan anggaran proyek PDNS yang seharusnya mengikuti Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Dalam peraturan tersebut, pengelolaan data pemerintah seharusnya dilakukan oleh pemerintah sendiri, bukan diserahkan kepada pihak swasta.

Namun, dalam pelaksanaannya, proyek PDNS justru dikerjakan oleh pihak swasta yang diduga tidak memenuhi spesifikasi teknis. Menurut Safrianto, pada tahun 2019, Kementerian Komunikasi dan Informatika justru membentuk Pusat Data Nasional Sementara dengan nomenklatur dalam DIPA Tahun 2020 adalah Penyediaan Jasa Layanan Komputasi Awan laaS 2020.

Tiga tersangka utama, yakni Semuel Abrijani Pangerapan, Bambang Dwi Anggono, dan Alfie Asman, diduga melakukan permufakatan jahat untuk membuat dokumen perencanaan proyek yang sebenarnya tidak diatur dalam Perpres. Mereka menyusun kerangka acuan kerja, dokumen perencanaan, hingga Harga Perkiraan Sendiri (HPS), lalu menyerahkan semuanya kepada Nova Zanda untuk digunakan dalam proses lelang. Proses lelang diduga diarahkan untuk memenangkan perusahaan tertentu, yang kemudian mensubkontrakkan pekerjaan ke pihak lain dengan spesifikasi di bawah standar. Dari praktik ini, para pelaku diduga menerima suap dan kickback.

Berikut adalah rincian anggaran proyek PDNS selama periode 2020 hingga 2024:

  • 2020: Rp 60,37 miliar
  • 2021: Rp 102,67 miliar
  • 2022: Rp 188,90 miliar
  • 2023: Rp 350,96 miliar
  • 2024: Rp 256,57 miliar

Dalam proses penyelidikan, penyidik telah memeriksa 78 saksi dan 4 orang ahli, serta melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi, termasuk kantor Kementerian Kominfo dan perusahaan-perusahaan terkait. Barang bukti yang disita antara lain uang tunai sebesar Rp 1,78 miliar, kendaraan, logam mulia, sertifikat tanah, perangkat elektronik, dan berbagai dokumen penting lainnya.

Kelima tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Mereka juga telah ditahan selama 20 hari ke depan, terhitung sejak 22 Mei hingga 10 Juni 2025.