BMKG Melaporkan Dugaan Penyerobotan Lahan Negara oleh Ormas di Tangerang Selatan
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mengambil langkah hukum dengan melaporkan dugaan penyerobotan lahan negara yang dilakukan oleh sebuah organisasi masyarakat (ormas) di wilayah Tangerang Selatan. Laporan ini secara resmi diajukan kepada Polda Metro Jaya, menandakan keseriusan BMKG dalam menangani permasalahan ini.
Surat permohonan bantuan pengamanan aset negara bernomor e.T/PL.04.00/001/KB/V/2025, yang dilayangkan BMKG, secara spesifik meminta pihak kepolisian untuk menertibkan ormas yang diduga menduduki dan memanfaatkan lahan seluas 127.780 meter persegi di Kelurahan Pondok Betung. Aset tanah tersebut merupakan milik sah BMKG dan perbuatan ormas tersebut dinilai telah menghambat proses pembangunan gedung arsip BMKG yang rencananya akan dibangun di atas lahan tersebut.
Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG, Akhmad Taufan Maulana, gangguan keamanan di lahan tersebut sudah berlangsung hampir dua tahun. Pembangunan gedung arsip, yang dimulai pada November 2023, terpaksa terhenti akibat klaim sepihak dari oknum yang mengaku sebagai ahli waris lahan, yang didukung oleh sejumlah massa dari ormas yang bersangkutan. Kelompok tersebut memaksa pekerja konstruksi untuk menghentikan pekerjaan, menarik alat berat keluar dari lokasi proyek, dan memasang plang yang menyatakan bahwa tanah tersebut adalah milik ahli waris.
Lebih lanjut, ormas tersebut bahkan mendirikan posko ilegal dan menempatkan anggotanya secara permanen di lokasi. Ironisnya, sebagian lahan tersebut diduga disewakan kepada pihak ketiga, yang kemudian mendirikan bangunan di atasnya.
BMKG menegaskan bahwa kepemilikan lahan tersebut sah secara hukum, berdasarkan Sertifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 1/Pondok Betung Tahun 2003. Status kepemilikan ini juga telah diperkuat oleh serangkaian putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap, termasuk Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 396 PK/Pdt/2000 tanggal 8 Januari 2007. Ketua Pengadilan Negeri Tangerang juga telah memberikan pernyataan tertulis yang menegaskan bahwa putusan-putusan tersebut saling menguatkan dan tidak memerlukan eksekusi.
Meski memiliki dasar hukum yang kuat, BMKG memilih untuk mengedepankan pendekatan persuasif dengan melakukan koordinasi dengan berbagai pihak, mulai dari tingkat RT dan RW, kecamatan, kepolisian, hingga melakukan pertemuan langsung dengan perwakilan ormas dan pihak yang mengklaim sebagai ahli waris. Namun, upaya ini belum membuahkan hasil yang diharapkan, karena pihak ormas menolak untuk menerima penjelasan hukum yang telah disampaikan oleh BMKG.
Dalam salah satu pertemuan, pimpinan ormas tersebut bahkan mengajukan tuntutan ganti rugi sebesar Rp 5 miliar sebagai syarat untuk menarik massa dari lokasi proyek. BMKG menilai tuntutan ini tidak berdasar dan merugikan negara, mengingat proyek pembangunan Gedung Arsip bersifat kontrak multiyears dengan durasi 150 hari kalender, yang telah dimulai sejak 24 November 2023.
BMKG menekankan pentingnya pembangunan gedung arsip sebagai bagian integral dari layanan publik dan sistem informasi kelembagaan. Arsip berisi catatan resmi mengenai kebijakan dan keputusan yang sangat penting untuk keperluan audit, investigasi, dan pemenuhan hak masyarakat atas informasi publik.
"Fasilitas ini mendukung akuntabilitas dan transparansi BMKG sebagai institusi pemerintah," ujar Taufan. Oleh karena itu, BMKG berharap agar pihak kepolisian segera mengambil tindakan tegas untuk menertibkan pendudukan lahan tersebut, sehingga pembangunan gedung arsip dapat dilanjutkan dan aset negara dapat diselamatkan.