Insiden Penembakan Diplomat Asing di Tepi Barat oleh Militer Israel Memicu Kecaman Internasional

Insiden penembakan yang dilakukan oleh militer Israel terhadap rombongan diplomat asing di Tepi Barat telah memicu gelombang kecaman dari berbagai negara dan organisasi internasional. Peristiwa ini terjadi pada hari Rabu, 21 Mei 2025, ketika para diplomat yang berasal dari berbagai negara, termasuk Inggris, Kanada, dan Italia, tengah menjalankan misi kemanusiaan di wilayah Jenin.

Misi yang diinisiasi oleh Otoritas Palestina ini bertujuan untuk memantau secara langsung situasi kemanusiaan yang terjadi di kawasan tersebut. Menurut laporan yang beredar, insiden bermula ketika para diplomat sedang melakukan wawancara dengan awak media. Tiba-tiba, suara tembakan terdengar, memaksa mereka untuk mencari perlindungan.

Militer Israel mengklaim bahwa tembakan peringatan tersebut dilepaskan karena rombongan diplomat telah menyimpang dari rute yang telah disetujui sebelumnya. Namun, penjelasan ini tidak meredakan kemarahan dan kekecewaan dari berbagai pihak. Perdana Menteri Kanada, Mark Carney, secara tegas menyatakan bahwa insiden ini tidak dapat diterima dan menuntut penjelasan segera dari pihak Israel. Selain itu, Juru Bicara Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, menekankan pentingnya menjaga keselamatan para diplomat dalam menjalankan tugas mereka.

Kementerian Luar Negeri Palestina bahkan menuduh Israel sengaja menargetkan rombongan diplomat dengan menggunakan peluru tajam. Menanggapi insiden ini, militer Israel hanya menyampaikan permintaan maaf atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan dan berjanji untuk melakukan penyelidikan internal. Hasil penyelidikan tersebut akan disampaikan kepada pihak-pihak terkait.

Di tengah kecaman internasional atas insiden penembakan diplomat, situasi di Gaza semakin memburuk. Serangan terbaru militer Israel dilaporkan telah menewaskan puluhan orang, termasuk anak-anak dan wanita. Serangan yang mematikan ini meningkatkan penderitaan warga sipil yang sudah menghadapi kondisi kemanusiaan yang mengerikan akibat blokade yang telah berlangsung selama berminggu-minggu.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menegaskan bahwa militer akan segera menguasai sepenuhnya wilayah Gaza. Meskipun mengklaim ingin mencegah krisis kemanusiaan, blokade yang terus berlanjut telah menyebabkan kelangkaan makanan dan kebutuhan pokok lainnya. Beberapa bantuan kemanusiaan akhirnya diizinkan masuk melalui perlintasan Kerem Shalom, namun distribusi bantuan terhambat oleh kerusakan infrastruktur, kekurangan bahan bakar, dan berbagai kendala logistik lainnya.

Kritik terhadap kebijakan militer Israel tidak hanya datang dari luar negeri. Anggota parlemen Ayman Odeh bahkan diusir dari podium Knesset setelah menuduh pemerintah bertanggung jawab atas kematian ribuan anak-anak Gaza. Tokoh oposisi Yair Golan juga memperingatkan bahwa Israel berpotensi menjadi "negara paria" jika terus menyerang warga sipil. Mantan Perdana Menteri Ehud Olmert turut menyampaikan kritik terhadap kebijakan militer yang sedang berjalan.

Namun, Perdana Menteri Netanyahu menolak semua kritik tersebut. Ia berpendapat bahwa kritikan tersebut merupakan propaganda palsu yang bertujuan untuk melemahkan semangat para tentara Israel yang sedang berjuang melawan Hamas. Insiden penembakan diplomat dan memburuknya situasi kemanusiaan di Gaza semakin meningkatkan tekanan internasional terhadap Israel. Beberapa negara telah mengambil langkah-langkah diplomatik untuk menunjukkan ketidaksetujuan mereka terhadap tindakan Israel, termasuk menangguhkan pembicaraan perjanjian perdagangan bebas dan meninjau kembali kesepakatan dagang yang mengharuskan penghormatan terhadap hak asasi manusia.