Lonjakan Kasus Kekerasan Berbasis Gender: Komnas Perempuan Catat Peningkatan 14 Persen di Tahun 2024

Lonjakan Kasus Kekerasan Berbasis Gender di Indonesia: Catatan Komnas Perempuan 2024

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) merilis data mengejutkan terkait kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan (KBGTP) di Indonesia. Catatan Tahunan (Catahu) 2024 menunjukkan peningkatan signifikan sebesar 14,17 persen dibandingkan tahun 2023, dengan total kasus mencapai angka 330.097. Angka ini mencerminkan peningkatan dramatis dari 289.111 kasus yang tercatat pada tahun sebelumnya. Peningkatan ini menjadi sorotan serius dan membutuhkan perhatian mendesak dari seluruh pemangku kepentingan.

Analisis Data dan Tren Kekerasan

Komisioner Komnas Perempuan, Theresia Iswarini, menyoroti tren mengkhawatirkan peningkatan kekerasan berbasis gender di ranah negara. Tercatat 95 kasus pada tahun 2024, dengan Provinsi DKI Jakarta mencatat jumlah laporan tertinggi (23 kasus), diikuti Jawa Barat dan Sumatera Utara. Kasus perempuan berkonflik dengan hukum (PBH) mendominasi dengan 29 kasus, sementara kasus kekerasan terhadap perempuan pembela hak asasi manusia (PPHAM) juga meningkat menjadi sembilan kasus.

Wakil Ketua Komnas Perempuan, Olivia Chadidjah Salampessy, mengungkapkan tantangan yang dihadapi perempuan dalam ranah politik. Budaya patriarki dan diskriminasi gender masih menjadi penghalang utama partisipasi politik perempuan. Mereka sering menghadapi ancaman, intimidasi, dan kekerasan selama proses politik. Komnas Perempuan mendesak adanya mekanisme pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender dalam setiap tahapan pemilu untuk memastikan partisipasi politik perempuan yang lebih aman dan setara.

Perbaikan Metodologi Pengumpulan Data

Komisioner Subkomisi Pemantauan Komnas Perempuan, Bahrul Fuad, menjelaskan peningkatan signifikan dalam metode pengumpulan data Catahu 2024. Strategi baru yang diterapkan, yaitu pengiriman kuesioner kepada organisasi induk, menghasilkan peningkatan tingkat respons dari 12 persen menjadi 51,87 persen. Perubahan ini memungkinkan cakupan wilayah pendataan yang lebih luas dan penghitungan data yang lebih cepat dan efisien.

Desakan Implementasi UU TPKS dan Penguatan Sistem Pendataan

Komisioner Subkomisi Pengembangan Sistem Pemulihan Komnas Perempuan, Satyawanti Mashudi, menyoroti masih tingginya angka kekerasan seksual meskipun Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) telah disahkan dua tahun lalu. Komnas Perempuan mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan tiga peraturan pelaksana UU TPKS dan meminta dukungan DPR RI serta Presiden RI dalam pengembangan sinergi database kekerasan terhadap perempuan. Penguatan regulasi dan sistem pendataan yang lebih baik dinilai krusial untuk penanganan kasus kekerasan yang lebih efektif dan komprehensif.

Kesimpulannya, data yang disajikan oleh Komnas Perempuan menggarisbawahi urgensi penanganan masalah kekerasan berbasis gender di Indonesia. Peningkatan jumlah kasus, tantangan dalam ranah politik, dan perlunya implementasi UU TPKS secara optimal menjadi isu penting yang memerlukan respons terpadu dari berbagai pihak untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan setara bagi perempuan.