Korupsi PDNS Kominfo: Tender Direkayasa, Negara Dirugikan

Kasus dugaan korupsi proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memasuki babak baru dengan penetapan lima tersangka. Diduga kuat, para tersangka melakukan serangkaian manipulasi dalam proses tender untuk meraup keuntungan pribadi dan kelompok. Modus operandi yang terungkap menunjukkan adanya kesengajaan dalam mengarahkan proyek kepada pihak tertentu melalui rekayasa Kerangka Acuan Kerja (KAK).

Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat, Safrianto Zuriat Putra, mengungkapkan bahwa perencanaan tender proyek PDNS telah diatur sedemikian rupa agar menguntungkan perusahaan tertentu. KAK yang menjadi dasar tender disusun dengan mengacu pada spesifikasi dan kemampuan perusahaan yang telah ditentukan sebelumnya. Hal ini secara efektif menutup peluang bagi perusahaan lain untuk bersaing secara adil.

Kasus ini bermula dari temuan penyimpangan dalam pengelolaan anggaran PDNS. Seharusnya, sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), pengelolaan data pemerintah dilakukan secara mandiri. Namun, pada tahun 2019, Kominfo justru membentuk PDNS dengan skema Penyediaan Jasa Layanan Komputasi Awan IaaS yang pelaksanaannya diserahkan kepada pihak swasta.

Kelima tersangka yang kini mendekam di balik jeruji besi adalah:

  • Semuel Abrijani Pangerapan (SAP), Dirjen Aplikasi Informatika Kominfo periode 2016–2024
  • Bambang Dwi Anggono (BDA), Direktur Layanan Aplikasi Informatika Kominfo 2019–2023
  • Nova Zanda (NZ), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tahun 2020
  • Alfie Asman (AA), Direktur Bisnis PT Aplikanusa Lintasarta 2014–2023
  • Pini Panggar Agusti (PPA), Account Manager PT Docotel Teknologi 2017–2021

Peran masing-masing tersangka dalam skandal korupsi ini pun telah teridentifikasi. SAP, BDA, dan AA diduga aktif menyusun dokumen perencanaan proyek, termasuk KAK dan Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Dokumen-dokumen tersebut kemudian diserahkan kepada NZ untuk diunggah sebagai dokumen lelang resmi. Lebih lanjut, HPS yang digunakan dalam tender tersebut diduga tidak sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Untuk mendalami kasus ini, tim penyidik telah memeriksa 78 saksi dan empat ahli. Penggeledahan juga dilakukan di berbagai lokasi, termasuk kantor Kementerian Kominfo dan perusahaan-perusahaan yang terkait dengan proyek PDNS. Dari hasil penggeledahan, penyidik berhasil menyita sejumlah barang bukti, termasuk uang tunai Rp 1,78 miliar, kendaraan, logam mulia, sertifikat tanah, perangkat elektronik, dan dokumen-dokumen penting.

Atas perbuatan mereka, kelima tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Mereka akan menjalani masa penahanan selama 20 hari, mulai dari 22 Mei hingga 10 Juni 2025, untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut.