Saeful Bahri Cabut Pernyataan Terkait Keterlibatan Hasto dalam Kasus Harun Masiku

Saksi Kunci Kasus Harun Masiku Mengaku Berbohong Soal Dana dari Hasto

Dalam perkembangan terbaru sidang kasus dugaan suap yang melibatkan Harun Masiku, Saeful Bahri, seorang saksi kunci, mencabut pernyataannya sebelumnya yang menyebutkan bahwa Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P, Hasto Kristiyanto, memberikan dana talangan. Pengakuan ini terungkap saat Saeful diperiksa silang oleh pengacara Hasto, Maqdir Ismail, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

Maqdir Ismail mengkonfrontasi Saeful dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tertanggal 11 Februari 2020, yang dibuat saat Saeful masih berstatus tersangka. Dalam BAP tersebut, Saeful menceritakan percakapannya dengan istrinya pada 13 Desember 2019, di mana ia menyebutkan adanya dana talangan sebesar Rp 400 juta dari Hasto untuk keperluan suap Harun Masiku.

Namun, di hadapan persidangan, Saeful menyatakan bahwa keterangan tersebut tidak benar dan hanya merupakan kebohongan yang ia sampaikan kepada istrinya karena alasan keterlambatan pulang. "Bahwa maksud ucapan 'dananya ditalangi Pak Hasto' akhirnya adalah hanyalah ucapan skenario saya untuk meyakinkan istri saya karena saya pulang terlambat," ungkap Maqdir membacakan kutipan dari BAP. Saeful membenarkan pernyataan tersebut.

Sontak, pernyataan Saeful ini menimbulkan pertanyaan besar terkait konsistensi keterangannya. Maqdir Ismail menyoroti perbedaan signifikan antara keterangan yang diberikan Saeful kepada penyidik dan pernyataannya di persidangan. Pengacara senior itu mempertanyakan dasar Saeful menyebutkan adanya dana Rp 400 juta dari Hasto jika kemudian ia mengakuinya sebagai kebohongan.

"Tetapi ternyata di sini saudara katakan ini bohong. Saudara membohongi istri saudara. Betul seperti itu ya?" tanya Maqdir, yang dijawab "Iya, betul" oleh Saeful.

Kasus ini sendiri menyeret nama Hasto Kristiyanto dengan dakwaan menghalangi penyidikan (obstruction of justice) dan melakukan suap terkait upaya Harun Masiku menjadi anggota DPR RI melalui mekanisme Pergantian Antar Waktu (PAW) periode 2019-2024. Hasto didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP pada dakwaan pertama. Sementara pada dakwaan kedua, ia didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.