Anggaran Makanan Minuman Pasien RSUD di Banten Jadi Sorotan: Pengadaan Rp 1,8 Miliar di Tengah Penundaan Operasional
Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten tengah menjadi sorotan terkait alokasi anggaran sebesar Rp 1,8 miliar untuk pengadaan makanan dan minuman (Mamin) bagi pasien di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cilograng dan Labuan. Anggaran ini diperuntukkan tahun 2024, namun menjadi permasalahan karena kedua rumah sakit tersebut hingga kini belum beroperasi.
Persoalan ini mencuat setelah Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) melakukan pemeriksaan dan menemukan potensi kerugian negara akibat pengadaan Mamin yang mendekati masa kedaluwarsa. Kepala Dinkes Banten, Ati Pramudji Hastuti, menjelaskan bahwa beberapa produk makanan yang dibeli berpotensi kedaluwarsa pada Juni 2025 saat pemeriksaan oleh BPK.
Menurut Ati, pengadaan Mamin ini didasari oleh Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Pemprov Banten yang menargetkan kedua RSUD beroperasi pada tahun 2024. Selain itu, desakan masyarakat kepada Penjabat Gubernur Banten kala itu untuk menyediakan layanan kesehatan yang lebih dekat juga menjadi pertimbangan. Namun, rencana operasional tersebut terpaksa ditunda karena keterbatasan sumber daya manusia (SDM).
"Sehingga, pengadaan Mamin dilimpahkan pada APBD Perubahan," jelas Ati. Sebelum melakukan pengadaan, Dinkes Banten mengaku telah berkoordinasi terkait kepastian operasional kedua RSUD. "Saat perubahan anggaran apakah ini jadi operasional atau tidak, kami sudah tanyakan. Karena kalau tidak jadi artinya itu akan kita kembalikan. Tapi karena ada rencana operasional, maka itu kita tidak kembalikan (tetap belanja Mamin)," tambahnya.
Namun, pada APBD Perubahan, Kementerian PAN RB melarang adanya perekrutan pegawai pada tahun tersebut. Walau demikian, Dinkes Banten mengklaim bahwa Mamin yang dibeli memiliki masa simpan yang relatif lama. "Tetapi Mamin kering yang kita belikan itu memang Mamin yang memiliki masa waktu yang lama. Dikontrak jelas kalau ada kedaluwarsa harus diganti," tandasnya.
Selain masalah potensi kedaluwarsa, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Banten juga menemukan indikasi mark-up harga atau kelebihan bayar sebesar Rp 251 juta dalam pengadaan Mamin tersebut. Dinkes Banten mengklaim telah menindaklanjuti temuan ini dengan mengembalikan kelebihan bayar ke kas negara. "Iya, sudah dikembalikan ke kas negara. Bahkan penyelesaian sebelum LHP, saat masih NHP pun sudah dikembalikan," kata Ati.
Merespon temuan BPK, Gubernur Banten, Andra Soni, memberikan ultimatum kepada seluruh kepala organisasi perangkat daerah (OPD) untuk segera menindaklanjuti temuan-temuan tersebut. "Saya tidak mau menunggu 60 hari. Segera audit temuan BPK, Banten ini harus bebas korupsi," tegasnya. Andra menambahkan bahwa konsekuensi hukum akan menanti jika masalah ini tidak diselesaikan tepat waktu.
Berikut poin-poin penting dalam berita ini:
- Anggaran: Rp 1,8 miliar untuk pengadaan Mamin
- Rumah Sakit: RSUD Cilograng dan Labuan
- Masalah: Rumah sakit belum beroperasi, potensi Mamin kedaluwarsa, indikasi mark-up harga
- Temuan BPK: Kelebihan bayar Rp 251 juta
- Tindakan: Pengembalian kelebihan bayar ke kas negara, ultimatum Gubernur Banten