GRIB Dilarang Aktif di Kalimantan Barat Akibat Diduga Picu Keresahan

Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) mengambil tindakan tegas dengan melarang segala aktivitas organisasi masyarakat (ormas) Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) di wilayahnya. Keputusan ini diambil menyusul laporan mengenai kegiatan GRIB yang dianggap meresahkan masyarakat dan berpotensi mengganggu ketertiban umum.

Wakil Gubernur Kalbar, Krisantus Kurniawan, menegaskan bahwa GRIB tidak lagi memiliki tempat untuk beroperasi di Kalimantan Barat. Instruksi telah diberikan kepada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) untuk tidak menerima audiensi atau bentuk komunikasi apapun dari GRIB. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah daerah dalam menjaga stabilitas dan keamanan di wilayahnya.

"GRIB tidak punya tempat di Kalbar. Saya sudah perintahkan Kesbangpol untuk tidak menerima audiensi maupun bentuk komunikasi lainnya," tegas Krisantus Kurniawan.

Langkah tegas ini didasari oleh laporan-laporan yang menyebutkan bahwa aktivitas GRIB kerap memicu keributan dan kegaduhan di berbagai lokasi di Kalimantan Barat. Pemerintah Provinsi Kalbar memandang perlu untuk mengambil tindakan preventif demi menjaga ketenteraman dan kedamaian di tengah masyarakat.

Krisantus Kurniawan menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah daerah, aparat keamanan, dan seluruh elemen masyarakat dalam menjaga situasi tetap kondusif. Ia mengajak semua pihak untuk berkolaborasi menciptakan rasa aman di Kalimantan Barat. Penolakan terhadap GRIB menjadi sinyal kuat bahwa Pemprov Kalbar tidak akan mentolerir organisasi masyarakat yang mengganggu ketertiban umum.

"Kami butuh sinergi. Mari kita jaga Kalimantan Barat agar tetap aman dan damai," ajaknya.

Sebelumnya, penolakan terhadap GRIB juga terjadi di Bali. Berbagai pihak, mulai dari pemimpin daerah hingga pecalang (petugas keamanan adat Bali), menolak keberadaan GRIB Jaya di Pulau Dewata. Alasan penolakan tersebut didasari oleh keberadaan sistem keamanan tradisional yang telah berjalan dengan baik di Bali, yaitu pecalang desa adat yang berjumlah ribuan.

Wakil Gubernur Bali, I Nyoman Giri Prasta, menyatakan bahwa Bali telah memiliki aparatur negara (TNI dan Polri) serta pecalang desa adat yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Keberadaan pecalang desa adat juga memiliki peran penting dalam menjaga estetika wilayah adat.

Ketua Pecalang Bali, Made Mudra, juga mendukung penolakan Pemerintah Provinsi Bali terhadap GRIB. Ia khawatir bahwa kehadiran ormas dari luar dapat memicu gesekan di antara masyarakat Bali yang telah memiliki sistem keamanan berlapis.

"Itu penolakan-penolakan itu relatif ya. Saya tidak mengkoordinasi harus apa yang vulgar disampaikan karena yang berhak menolak gubernur, wali kota, dan polisi," kata Made Mudra.

Menurut Made Mudra, terdapat lebih dari 20.000 anggota pecalang yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban di Bali. Mereka berasal dari sekitar 1.500 desa adat yang tersebar di seluruh pulau.