Sektor Perbankan Nasional Semakin Solid, LPS Kurangi Dana Intervensi Secara Signifikan

Stabilitas Perbankan Nasional Meningkat, LPS Pangkas Dana Intervensi

Kondisi sektor perbankan di Indonesia menunjukkan tren positif yang signifikan. Hal ini mendorong Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk mengambil langkah strategis dengan mengurangi secara drastis alokasi dana cadangan intervensi yang sebelumnya disiapkan sebagai antisipasi terhadap potensi krisis.

Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, menyampaikan keyakinan ini saat memberikan kuliah umum di Universitas Brawijaya, Malang. Ia menjelaskan bahwa performa sektor perbankan saat ini jauh lebih baik dibandingkan dengan periode akhir tahun sebelumnya yang sempat menimbulkan kekhawatiran.

"Kita sempat khawatir hingga triwulan terakhir tahun lalu, khususnya bulan Desember, karena terjadi penurunan likuiditas. Namun, sejak Januari, Februari, Maret, hingga April, situasinya menunjukkan perbaikan yang sangat signifikan. Oleh karena itu, saya tidak terlalu khawatir lagi mengenai kondisi perbankan kita," ujar Purbaya.

Indikator Positif Kesehatan Perbankan

Perkembangan positif ini tercermin dari serangkaian indikator kinerja utama. Data per Maret 2025 menunjukkan bahwa penyaluran kredit mengalami pertumbuhan sebesar 9,16% secara tahunan (year-on-year/YoY), sementara Dana Pihak Ketiga (DPK) meningkat sebesar 4,75% YoY.

Dari sisi permodalan, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) tercatat sebesar 26,98% pada Februari 2025. Rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL gross) juga berhasil dikendalikan dengan baik, berada di angka 2,17% per Maret 2025.

Sejalan dengan tren positif ini, LPS telah memangkas dana cadangan intervensi yang sebelumnya mencapai 15 triliun rupiah menjadi sekitar 1 hingga 2 triliun rupiah.

"Karena situasinya sudah stabil, kami mengurangi alokasi dana menjadi sekitar 1 hingga 2 triliun rupiah, yang cukup untuk memenuhi kebutuhan operasional saja," jelas Purbaya.

Meski demikian, LPS tetap memiliki cadangan likuiditas yang memadai, termasuk dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN) yang dapat segera dicairkan apabila diperlukan.

Pengawasan Bank Kecil Tetap Diperketat

Fokus pengawasan LPS tetap tertuju pada bank-bank kecil, terutama Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Purbaya meyakinkan bahwa dana intervensi yang ada saat ini masih mencukupi untuk menangani potensi masalah di sektor ini. Pada tahun sebelumnya, dana yang digunakan untuk melikuidasi BPR hanya sekitar 1 triliun rupiah.

"Tidak ada bank besar yang kami antisipasi akan mengalami masalah pada tahun ini. Kondisi ekonomi secara keseluruhan sudah membaik," imbuhnya.

Ia juga menyoroti penurunan jumlah BPR yang mengalami kolaps. "Biasanya, ada sekitar 6 hingga 7 BPR yang mengalami masalah dalam kondisi normal. Namun, hingga Mei tahun ini, hanya ada satu BPR kecil yang mengalami masalah. Ini menunjukkan bahwa kondisinya tidak seburuk tahun lalu," kata Purbaya.

Efektivitas Program Pemerintah dan Ketahanan Ekonomi

Purbaya menggarisbawahi bahwa pemulihan sistem keuangan juga didorong oleh efektivitas aliran dana dari program-program pemerintah ke sektor riil.

"Seiring berjalannya waktu, masalah tersebut tampaknya telah teratasi. Dana dari pemerintah mulai mengalir ke sistem, yang mendorong pertumbuhan ekonomi kita," ungkapnya.

Ia juga menyoroti ketahanan ekonomi Indonesia yang bertumpu pada permintaan domestik. "Kontribusi terbesar terhadap PDB Nasional berasal dari konsumsi, yaitu sebesar 61,80%. Pada kuartal I 2025, total kontribusi domestic demand mencapai 89,93%," jelas Purbaya.

Dalam menghadapi ketidakpastian global, LPS mengembangkan sistem pendeteksian dini untuk mengantisipasi risiko ekonomi.

"Kami mengembangkan sistem pendeteksian dini yang sangat canggih, sehingga kami dapat memprediksi arah pergerakan ekonomi dan mendeteksi potensi bahaya lebih awal," kata Purbaya.

Selain itu, LPS terus menyesuaikan tingkat bunga penjaminan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas.

Tantangan Fintech dan Peningkatan Literasi Keuangan

Menghadapi perkembangan teknologi finansial dan digitalisasi, LPS memfokuskan perhatian pada dua aspek utama: transparansi informasi bank digital dan penguatan sistem keamanan siber.

"Di era digital yang dipenuhi dengan peretas dan kejahatan siber, kami memperkuat keamanan siber di LPS secara signifikan. Kami berinvestasi lebih dari 200 miliar rupiah dua tahun lalu untuk meningkatkan keamanan siber dan sistem TI kami, sehingga kami menjadi yang terbaik di negara ini," jelasnya.

Tantangan lainnya berasal dari masih rendahnya tingkat literasi keuangan masyarakat.

"LPS secara rutin mengunjungi universitas dan daerah-daerah untuk menjelaskan sistem keuangan, cara kerjanya, dan risikonya. Harapannya, tingkat literasi keuangan masyarakat akan meningkat," pungkas Purbaya.