Fondasi Kekuatan Negara: Perspektif Agama dan Sosial

Pilar Penopang Negeri: Refleksi dari Perspektif Agama dan Sosial

Keberadaan sebuah negara, menurut Ibnu Khaldun, esensial bagi peradaban manusia. Dibutuhkan kepemimpinan yang kuat dan otoritas yang melindungi. Kekuasaan dalam suatu wilayah adalah fondasi penting dalam peradaban manusia.

Ibnu Khaldun juga berpendapat bahwa usia sebuah negara mirip dengan makhluk hidup, mencapai sekitar 120 tahun dan terbagi menjadi tiga generasi. Generasi pertama hidup dalam kondisi keras dan sederhana, jauh dari kemewahan kota. Generasi kedua meraih kekuasaan dan mendirikan negara, beralih dari kehidupan primitif menuju kemewahan kota. Generasi ketiga mengalami kemunduran karena terlena dalam kemewahan, kehilangan keberanian dan kehormatan.

Ulama memegang peran penting sebagai pembimbing spiritual, penerus risalah kenabian. Ilmu mereka bagaikan cahaya yang menerangi umat dan para pemimpin. Ulama memberikan nasihat dan panduan kepada pemerintah, berlandaskan prinsip agama dan keadilan. Pengaruh ulama menjaga stabilitas dan harmoni sosial, terutama di Indonesia. Integritas ulama harus dijaga, bukan mencari jabatan dari penguasa, agar nasihat yang diberikan tetap tulus.

Kepemimpinan yang adil sangat ditekankan. Rasulullah SAW bersabda bahwa pemimpin yang adil adalah yang paling dicintai Allah SWT. Keadilan seorang pemimpin lebih utama daripada ibadah selama 60 tahun, dan satu hukum yang adil yang ditegakkan di bumi lebih bersih daripada hujan selama 40 hari.

Keadilan membersihkan kejahatan dan tipu daya. Pemimpin yang diberi amanah harus memanfaatkannya untuk berbuat kebaikan, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok.

Kedermawanan juga merupakan pilar penting. Orang muslim yang dermawan dicintai Allah SWT dan hidupnya penuh berkah. Rasulullah SAW memberikan empat wasiat tentang keutamaan orang dermawan: dekat dengan rahmat Allah SWT, surga diciptakan untuk mereka, diselamatkan Allah SWT, dan mendapat sejuta kebaikan.

Dalam Islam, dermawan adalah akhlak yang dianjurkan, mencakup sifat murah hati dan kemauan untuk memberi dengan tulus. Imam Al-Qusyairi membahas kemurahan hati dalam risalahnya, mengutip surat Al-Hasyr ayat 9 tentang orang Ansar yang mengutamakan Muhajirin daripada diri mereka sendiri.

Orang yang murah hati ringan berbagi, baik harta maupun pertolongan. Mereka juga mudah memaafkan kesalahan orang lain.

Pilar terakhir adalah doa orang fakir. Kemiskinan dan kekayaan adalah ujian. Orang miskin diuji dengan kesabaran, sementara orang kaya diuji dengan rasa syukur. Rasulullah SAW bersabda bahwa orang miskin sejati bukanlah yang meminta-minta, tetapi mereka yang hidupnya tidak berkecukupan dan tidak ada yang menyadarinya.

Doa orang-orang fakir yang tulus, dengan akidah yang kuat, akhlak yang mulia, dan ibadah yang benar, seakan tanpa sekat dengan Allah SWT. Mereka tetap berusaha memberikan kebaikan kepada orang lain.

Keempat pilar ini – ulama yang berilmu, pemimpin yang adil, orang dermawan, dan doa orang fakir – mampu menegakkan suatu negara. Semoga Allah SWT membimbing kita semua dalam menjalankan peran masing-masing demi keamanan, ketenteraman, dan kesejahteraan negeri ini.