Pedagang GDC Depok Terjebak Pungutan Liar Mengatasnamakan Keamanan

Gelombang keresahan melanda para pedagang di kawasan Grand Depok City (GDC), Depok, terkait praktik pungutan liar (pungli) yang diduga dilakukan oleh oknum yang mengatasnamakan organisasi masyarakat (ormas). Dengan dalih "uang keamanan", para pedagang merasa tertekan untuk menyerahkan sejumlah uang tanpa kejelasan mengenai alokasi dana maupun dasar hukum yang mendasarinya.

Aksi ini tidak hanya meresahkan, tetapi juga mengancam keberlangsungan usaha para pedagang. Ketidakpastian mengenai waktu dan besaran pungutan, ditambah dengan kekhawatiran akan potensi gangguan jika menolak, membuat para pedagang memilih untuk bungkam dan pasrah.

Salah seorang pedagang minuman di GDC, yang meminta namanya disamarkan sebagai Siti, mengungkapkan bahwa ia kerap didatangi oleh sekelompok orang yang mengaku dari ormas tertentu. Mereka meminta uang dengan nominal minimal Rp 200.000, tanpa memberikan jadwal yang pasti.

"Kadang sebulan sekali, kadang tiba-tiba datang saja. Mereka kadang datang sendiri, kadang bergerombol," ungkap Siti, Kamis (22/5/2025).

Senada dengan Siti, Lusi, seorang pemilik usaha di Ruko Verbena, juga mengeluhkan praktik serupa. Ia menuturkan bahwa permintaan uang pungli biasanya terjadi pada saat proses bongkar muat barang. Orang-orang yang datang pun berbeda-beda, sehingga ia tidak mengetahui secara pasti peruntukan dana tersebut. Menurut mereka, uang tersebut diperuntukkan untuk keamanan atau "uang jaga".

Ketakutan Melapor ke Pihak Berwajib

Siti dan beberapa pedagang lainnya memilih untuk tidak melaporkan praktik pungli ini ke polisi. Alasan utama mereka adalah kekhawatiran akan dampaknya terhadap usaha mereka. Mereka takut jika melaporkan, usaha mereka justru akan semakin dipersulit, bahkan diusir atau diganggu oleh oknum-oknum tersebut.

"Kita takutnya malah makin susah buka usaha, bisa-bisa diusir atau diganggu," ujar Siti dengan nada cemas.

Siti mengaku tidak pernah menerima ancaman secara langsung jika tidak membayar "uang keamanan". Namun, ia memilih untuk "mencari aman" demi kelancaran usahanya.

"Kalau diminta-minta gitu udah lama. Kita juga enggak diancam sebenarnya. Tapi takut nanti diganggu aja, jadi menghindari hal itu kita cari aman," tuturnya.

Tidak Semua Pedagang Mengalami Pungli

Namun, tidak semua pedagang di GDC mengalami praktik pungli seperti yang dialami Siti dan Lusi. Suci, seorang pedagang kaki lima (PKL) di kawasan yang sama, mengaku tidak pernah didatangi oleh anggota ormas dan dimintai uang selama berdagang di sana.

"Di sini memang diurus oleh Paguyuban Verbena. Saya enggak pernah dimintai apa-apa," kata Suci.

Suci menambahkan bahwa ormas yang biasa beraktivitas di sekitar kawasan tersebut telah dibubarkan sejak 28 November 2024.

"Dulu memang biasanya ramai malam, tapi sekarang sudah enggak ada yang minta-minta," ucapnya.

Kondisi ini memunculkan pertanyaan mengenai efektivitas penegakan hukum dan pengawasan terhadap aktivitas ormas di wilayah tersebut. Para pedagang berharap agar pihak berwenang dapat bertindak tegas untuk memberantas praktik pungli dan memberikan rasa aman bagi para pelaku usaha di GDC.