Nestapa Mutoyim di Tengah Banjir Demak: Hidup Sebatang Kara, Rumah Terendam, dan Bergantung pada Uluran Tangan

Di tengah musibah banjir yang melanda Demak, Jawa Tengah, kisah pilu Mutoyim (65) mencuri perhatian. Warga Dukuh Gayang ini tak kuasa menahan air mata saat menerima bantuan berupa alas tidur dan sembako dari seorang donatur. Di usia senjanya, Mutoyim hidup seorang diri, berjuang mengatasi kerasnya kehidupan dengan kondisi rumah yang terendam banjir.

Wanita renta ini telah lama menjanda. Suaminya telah berpulang tanpa meninggalkan seorang anak pun. Dahulu, Mutoyim mencari nafkah sebagai pengayak dedak, pekerjaan serabutan dengan upah yang tak menentu. Namun, usia dan kesehatan yang terus menurun memaksanya untuk berhenti bekerja. Ia kini hanya bisa pasrah di rumah, di tengah genangan air yang tak kunjung surut.

"Maturnuwun (terima kasih), yang mengusahakan juga maturnuwun," ucap Mutoyim dengan suara lirih, sembari mengusap air mata yang membasahi pipinya. Rumahnya yang sederhana kini terendam air setinggi mata kaki di bagian dalam, sementara di halaman, air mencapai ketinggian 50 sentimeter. Banjir ini semakin memperburuk keadaannya, merenggut rasa aman dari rumah yang penuh kenangan bersamanya.

Selama beberapa hari terakhir, Mutoyim terpaksa mengungsi ke rumah keponakannya di Dukuh Mlawung, Desa Karangrejo. Ia menumpang tidur di sana, mencari tempat berteduh dari ganasnya banjir. "Saya tidur di keponakan sana sudah tiga atau empat malam," ujarnya.

Bantuan yang diterima Mutoyim berasal dari Arif Wahyudi, anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah dari Fraksi Golkar. Arif datang bersama perwakilan Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah, sebagai wujud kepedulian dan upaya meringankan beban warga terdampak banjir di Demak. Kedatangannya membawa 250 item bantuan, meliputi sembako, alas tidur, dan makanan untuk anak-anak. Arif berharap, bantuan tersebut dapat sedikit meringankan penderitaan masyarakat Karangrejo yang telah terdampak banjir selama lima hari.

Menanggapi persoalan tanggul jebol yang menjadi penyebab utama banjir, Arif menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan ranah komisi infrastruktur. Namun, ia memastikan bahwa koordinasi terkait normalisasi sungai telah dilakukan, baik di tingkat provinsi maupun pemerintah daerah. Menurutnya, normalisasi sungai secara cepat dan besar-besaran sangat penting untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang. Tanpa normalisasi, aliran sungai akan tersendat, menyebabkan luapan air yang merendam pemukiman warga.