Upaya Pelestarian Bahasa Ciacia: Adaptasi Aksara Hangeul dalam Kurikulum Lokal
Di Kota Baubau, Sulawesi Tenggara, sebuah inisiatif unik telah dijalankan selama lebih dari satu dekade: adopsi aksara Korea, Hangeul, sebagai sistem penulisan untuk bahasa Ciacia. Langkah ini, yang dimulai pada tahun 2009 oleh Wali Kota saat itu, Amirul Tamim, bertujuan untuk melestarikan bahasa daerah yang dituturkan oleh sekitar 90 ribu jiwa. Keputusan ini diambil mengingat bahasa Ciacia secara tradisional tidak memiliki sistem penulisan baku, kecuali kutika, simbol yang digunakan dalam ritual masyarakat.
Kontroversi muncul seiring dengan keputusan tersebut. Sebagian pihak mendukung, melihatnya sebagai upaya inovatif untuk menjaga keberlangsungan bahasa Ciacia dan menarik minat generasi muda. Di sisi lain, muncul kekhawatiran akan tergerusnya identitas budaya lokal dan potensi masuknya unsur-unsur bahasa Korea ke dalam bahasa Ciacia. Isu ini kembali menjadi sorotan dalam konferensi internasional di BRIN Jakarta pada tahun 2025, di mana Mifta Huzaena dari Balai Bahasa Sulawesi Tenggara memaparkan hasil risetnya mengenai implementasi Hangeul dalam bahasa Ciacia. Penelitian menunjukkan bahwa meskipun Hangeul telah masuk dalam kurikulum sekolah dasar, tantangan masih ada, terutama dalam representasi fonologis yang akurat dan penerimaan yang belum merata di masyarakat.
Awal Mula Gagasan dan Peran Hunmin Jeongeum Society
Gagasan untuk menggunakan aksara Korea bermula dari sebuah obrolan santai antara Wali Kota Baubau dan Chun Tai-Hyun, seorang ahli bahasa Korea setelah Simposium Internasional Pernaskahan Nusantara IX pada tahun 2005. Chun, yang kemudian mendirikan Hunmin Jeongeum Society, bercanda bahwa bahasa lokal yang didengarnya mirip dengan bahasa Korea. Dari situ, muncul ide untuk mengadaptasi Hangeul sebagai sistem penulisan bagi bahasa Ciacia.
Hunmin Jeongeum Society, sebuah komunitas ahli bahasa Korea yang fokus pada pelestarian bahasa-bahasa minoritas di seluruh dunia, kemudian menawarkan bantuan. Mereka melihat Hangeul sebagai alat yang fleksibel dan dapat disesuaikan untuk merepresentasikan berbagai bahasa tanpa sistem penulisan. Keterlibatan mereka menjadi kunci dalam implementasi proyek ini.
Implementasi dan Tantangan
Kerja sama antara Pemerintah Kota Baubau dan Hunmin Jeongeum Society semakin intensif pada tahun 2008. Ketua Hunmin Jeongeum Society, Lee Ho-Young, bersama Chun Tai-Hyun, mengunjungi Baubau dan mencapai kesepakatan dengan pemerintah daerah dan perwakilan masyarakat Ciacia untuk mengadopsi Hangeul. Program pelatihan guru lokal pun diselenggarakan.
Sebagai bagian dari program ini, dua guru bahasa Inggris dari komunitas Ciacia diundang ke Seoul untuk mengembangkan sistem transkripsi Hangeul yang sesuai dengan fonetik bahasa Ciacia. Mereka juga menyusun buku panduan pembelajaran berjudul Bahasa Cia-Cia I. Pada tahun 2010, kesepakatan ini diresmikan melalui penandatanganan perjanjian. Penggunaan Hangeul kemudian diujicobakan di sekolah dasar di Kecamatan Sorawolio, menandai babak baru dalam upaya pelestarian bahasa Ciacia. Meskipun demikian, adopsi ini bukan tanpa tantangan. Penerapan yang efektif memerlukan kebijakan yang lebih komprehensif dan dukungan berkelanjutan dari berbagai pihak.