Studi Harvard Ungkap Negara dengan Tingkat Kesejahteraan Tertinggi, Indonesia Pimpin Daftar

Sebuah studi komprehensif yang dilakukan oleh Universitas Harvard menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat kesejahteraan tertinggi di dunia. Studi yang melibatkan lebih dari 200.000 peserta dari berbagai negara, budaya, dan latar belakang ekonomi ini, mengukur kesejahteraan manusia berdasarkan tujuh variabel utama.

Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Nature Mental Health ini, menganalisis data dari 22 negara dan satu wilayah administratif khusus (Hong Kong). Para peserta diminta menjawab pertanyaan seputar kesehatan, kebahagiaan, makna hidup, karakter, hubungan sosial, keamanan finansial, dan kesejahteraan spiritual. Selain itu, studi ini juga mengumpulkan data demografis seperti usia, jenis kelamin, status perkawinan, pekerjaan, tingkat pendidikan, kesehatan, partisipasi dalam kegiatan keagamaan, serta informasi mengenai latar belakang masa kecil, termasuk kondisi keuangan keluarga dan pengalaman traumatis seperti kekerasan.

Temuan studi ini cukup mengejutkan para peneliti. Tyler VanderWeele, seorang Profesor Epidemiologi di Harvard T.H. Chan School of Public Health, menyatakan bahwa hasil penelitian ini memberikan bukti kuat bahwa kesejahteraan tidak hanya ditentukan oleh faktor keuangan semata. Negara-negara dengan tingkat kemajuan ekonomi yang tinggi tidak otomatis memiliki tingkat kesejahteraan yang tinggi pula.

Berikut adalah daftar lima negara teratas dengan skor kesejahteraan tertinggi berdasarkan studi Harvard:

  • Indonesia: 8,10
  • Israel: 7,87
  • Filipina: 7,71
  • Meksiko: 7,64
  • Polandia: 7,55

Studi ini menyoroti bahwa Jepang, meskipun dikenal sebagai negara maju dengan ekonomi yang kuat dan harapan hidup yang tinggi, justru menempati posisi terbawah dalam daftar kesejahteraan. Hal ini disebabkan karena responden di Jepang cenderung kurang memiliki hubungan sosial yang erat dan kualitas hubungan interpersonal yang baik dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Indonesia.

Brendan Case, Direktur Asosiasi untuk Penelitian di Human Flourishing Program dan salah satu penulis studi ini, menjelaskan bahwa hasil penelitian ini menimbulkan pertanyaan penting mengenai model pembangunan ekonomi yang selama ini diterapkan. Ia menekankan bahwa kekayaan dan umur panjang bukanlah satu-satunya faktor penentu kebahagiaan dan kesejahteraan.

Para peneliti berencana untuk melanjutkan studi ini dalam jangka panjang dengan melakukan survei ulang terhadap para peserta setiap tahun. Data tambahan yang terkumpul akan dianalisis lebih lanjut untuk memahami dinamika kesejahteraan manusia secara lebih mendalam. Studi ini diharapkan dapat memberikan wawasan baru bagi para pembuat kebijakan dan masyarakat umum mengenai faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kesejahteraan dan kebahagiaan.