Canda Dedi Mulyadi di Paripurna DPRD Jabar Tutup Rapat Pengesahan Raperda Investasi
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengakhiri pidatonya dalam Rapat Paripurna DPRD Jawa Barat dengan seloroh yang disambut gelak tawa para hadirin. Candaan tersebut mencairkan suasana rapat yang membahas pengesahan Raperda Investasi dan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ), Kamis (22/5/2025).
"Saya ucapkan terima kasih, dan saya yakin setelah kegiatan ini, kita akan walk out secara bersama-sama," ujar Dedi, yang langsung disambut tepuk tangan meriah anggota dewan. Celetukan ini dianggap sebagai sindiran halus terhadap kejadian sebelumnya, di mana Fraksi PDI Perjuangan melakukan walk out sebagai bentuk protes atas pernyataan Dedi yang dianggap merendahkan lembaga legislatif dalam sebuah Musrenbang di Cirebon.
Sebelum melontarkan candaannya, Dedi mengapresiasi dinamika politik yang terjadi di DPRD Jabar. Ia berterima kasih atas segala otokritik yang disampaikan, baik secara langsung maupun melalui media. Menurutnya, hal ini menunjukkan vitalitas politik yang luar biasa di Jawa Barat. Dedi juga menekankan pentingnya peran DPRD sebagai lembaga yang berfungsi untuk menyuarakan aspirasi. Ia berkelakar, jika DPRD tidak bersuara, keberadaannya mungkin tidak akan dianggap.
Dalam kesempatan tersebut, Dedi juga menyampaikan apresiasi kepada Kejaksaan Tinggi Jabar dan Kejaksaan Agung atas tindakan tegas mereka dalam menahan mantan Direktur Utama Sritex dan seorang mantan pejabat Bank BJB terkait kasus dugaan penyimpangan kredit senilai Rp 600 miliar tanpa agunan yang memadai. Ia menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah melakukan koreksi menyeluruh melalui RUPS agar kejadian tersebut tidak berdampak buruk pada BJB secara keseluruhan.
Menyinggung pengesahan Raperda Investasi, Dedi menyoroti permasalahan kemiskinan yang masih menjadi tantangan di Jawa Barat. Ia mengusulkan agar dalam LKPJ mendatang, para bupati dan wali kota turut diundang untuk memberikan paparan. Dedi berharap, dengan mengetahui secara detail wilayah mana yang memiliki tingkat kemiskinan tertinggi, investasi tertinggi, dan masalah infrastruktur yang paling signifikan, pembangunan di Jawa Barat dapat diorkestrasi secara lebih efektif dan berkeadilan, melibatkan kabupaten, kota, dan desa secara harmonis.
Selain itu, Dedi juga mengkritik proses perizinan yang lambat, yang seringkali menghambat investasi. Ia mencontohkan kasus sebuah pabrik sepatu di Indramayu yang belum dapat beroperasi selama dua tahun karena terganjal masalah perizinan lingkungan. Dedi berjanji akan menuntaskan proses perizinan di Jawa Barat dalam waktu satu tahun.
Permasalahan harga tanah yang melonjak drastis saat ada proyek investasi juga menjadi perhatian Dedi. Ia mencontohkan proyek BYD di Subang yang terhambat pembebasan lahan karena harga yang diminta oleh pemilik lahan sangat tidak masuk akal. Dedi mengaku turun langsung dan melakukan pendekatan emosional kepada warga agar lahan dapat dibebaskan. Ia juga menyinggung pendekatannya dalam menangani isu lingkungan dan tata ruang, seperti penutupan galian C ilegal dan pelarangan alih fungsi lahan. Dedi mengaku harus bertindak secara diam-diam karena koordinasi sebelumnya berpotensi menggagalkan operasi.
Di bidang pendidikan, Dedi menyoroti ketimpangan antara sekolah negeri yang gratis dan sekolah swasta yang masih mengenakan biaya. Menurutnya, hal ini membuat program pendidikan gratis kehilangan esensinya. Ia juga menceritakan program pendidikan karakter yang melibatkan 273 anak di barak militer Rindam III/Siliwangi. Lebih lanjut, Dedi mengungkapkan bahwa saat ini ada 13 anak yang tinggal bersamanya di rumah dinas gubernur karena mereka tidak memiliki orang tua yang hadir saat wisuda. Kisah ini, menurut Dedi, menunjukkan kejujuran dan ketulusan anak-anak.