Jerman Bergulat dengan Kemerosotan Ekonomi: Tantangan Produktivitas dan Reformasi Struktural

Jerman menghadapi tantangan ekonomi yang signifikan, dengan resesi yang membayangi dan prospek pertumbuhan yang tidak pasti. Negara ini, satu-satunya anggota Uni Eropa yang mengalami kontraksi ekonomi selama dua tahun berturut-turut, berjuang dengan sejumlah masalah struktural yang menghambat kemajuannya.

Krisis ini terungkap pada saat yang kritis, dengan jumlah perusahaan yang bangkrut melonjak ke tingkat yang terakhir terlihat selama krisis keuangan 2011. Sektor industri yang intensif energi sangat terpukul oleh meroketnya harga listrik, sementara kekurangan tenaga kerja, angkatan kerja yang menua, dan beban birokrasi yang berat semakin memperburuk masalah ini.

Pemerintah yang baru menjabat di Berlin bertekad untuk membalikkan keadaan dan memulihkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Namun, penasihat ekonomi memperingatkan terhadap ekspektasi pemulihan yang cepat. Dalam laporan musim semi mereka, Dewan Pakar Ekonomi Jerman menggambarkan situasi saat ini sebagai "fase kelemahan yang nyata," yang mengisyaratkan jalan yang sulit ke depan.

Hilangnya Daya Saing Global

Profesor ekonomi terkemuka memproyeksikan stagnasi pada tahun 2025, dengan potensi pertumbuhan moderat sebesar satu persen pada tahun 2026. Namun, mereka menyatakan keraguan tentang kemampuan Jerman untuk mendapatkan kembali supremasi ekonomi dalam jangka menengah hingga panjang. Hilangnya daya saing Jerman di pasar global menjadi perhatian utama, diperparah oleh invasi Rusia ke Ukraina pada tahun 2022 dan gangguan berikutnya terhadap pasokan gas Rusia.

Model bisnis tradisional Jerman, yang bergantung pada energi murah dan keunggulan teknik untuk menghasilkan produk yang diminati secara global, kini menghadapi tantangan yang signifikan. Para ahli menyoroti beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kemerosotan ini:

  • Beban Birokrasi: Prosedur persetujuan yang panjang dan persyaratan birokrasi yang rumit menghambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
  • Kebijakan Tarif: Kebijakan tarif proteksionis, seperti yang diberlakukan oleh mantan Presiden AS Donald Trump, membahayakan pertumbuhan ekonomi global, terutama berdampak pada ekonomi Jerman yang berorientasi ekspor.

Upaya Pemerintah untuk Stimulus

Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini, Menteri Ekonomi Jerman Katherina Reiche mengumumkan serangkaian langkah yang bertujuan untuk meringankan beban perusahaan. Tindakan ini meliputi:

  • Pengurangan Pajak Listrik: Menurunkan biaya energi untuk bisnis.
  • Reformasi Pasar Tenaga Kerja: Melaksanakan reformasi awal untuk meningkatkan fleksibilitas dan efisiensi pasar tenaga kerja.
  • Insentif Pertumbuhan: Pemerintah berencana untuk memberikan stimulus tambahan, termasuk pengurangan pajak perusahaan.

Para ekonom menekankan perlunya pendekatan yang realistis dan berpandangan jauh ke depan. Mereka memperingatkan terhadap upaya untuk mempertahankan pekerjaan yang tidak layak secara ekonomi melalui subsidi, dengan alasan bahwa kebijakan seperti itu tidak akan berhasil dalam jangka panjang. Sebaliknya, mereka menganjurkan transisi aktif menuju model bisnis dan profesi baru.

Investasi Infrastruktur

Sebagai tanggapan terhadap krisis tersebut, pemerintah telah meluncurkan paket keuangan bernilai miliaran euro yang ditujukan untuk meningkatkan infrastruktur negara yang menua. Paket ini bertujuan untuk menginvestasikan 500 miliar euro selama dua belas tahun ke depan dalam proyek-proyek yang akan memodernisasi infrastruktur dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Ekonom Achim Truger memuji paket tersebut karena secara signifikan memperluas ruang lingkup tindakan dan berpotensi mempersiapkan Jerman untuk masa depan. Namun, para ahli telah menyatakan keprihatinan tentang bagaimana dana tersebut akan dialokasikan, dengan memperingatkan terhadap penyalahgunaan untuk proyek-proyek yang tidak terkait dengan tujuan jangka panjang.

Tantangan Utang dan Modernisasi Struktural

Masalah utama adalah bahwa paket 500 miliar euro akan dibiayai melalui pinjaman, yang berpotensi menyebabkan Jerman melanggar target utang Uni Eropa. Para ahli berpendapat bahwa pengeluaran tersebut hanya dapat dibenarkan jika Jerman berhasil melakukan modernisasi struktural yang komprehensif.

Kanselir Friedrich Merz telah berulang kali menekankan perlunya orang Jerman untuk bekerja lebih banyak. Dia berpendapat bahwa mempertahankan kesejahteraan tidak mungkin dilakukan dengan jam kerja yang lebih pendek dan penekanan pada keseimbangan kehidupan kerja. Dia mengusulkan jam kerja yang fleksibel dan insentif bagi individu untuk terus bekerja setelah pensiun.

Profesor ekonomi Veronika Grimm menggarisbawahi pentingnya insentif untuk meningkatkan partisipasi pasar tenaga kerja, terutama di kalangan perempuan. Dia juga menyoroti perlunya mengatasi tantangan demografis dari populasi yang menua, dengan lebih banyak pensiunan dan lebih sedikit pekerja. Dia menekankan bahwa meningkatkan produktivitas melalui digitalisasi dan pengurangan birokrasi sangat penting.

Reformasi Birokrasi yang Lambat

Terlepas dari berbagai inisiatif politik, beban birokrasi yang dihadapi perusahaan tetap menjadi hambatan yang signifikan. Dewan Pakar Ekonomi Jerman mengusulkan langkah-langkah segera untuk mempercepat prosedur aplikasi dan persetujuan bisnis, mengurangi kewajiban pelaporan perusahaan, mendigitalkan administrasi publik, dan membangun portal e-government yang seragam secara nasional.

Dewan menekankan perlunya peraturan baru yang efektif dan mudah digunakan, memperingatkan bahwa birokrasi tambahan dan inefisiensi dapat menghambat kemajuan. Kamar Dagang dan Industri Jerman menggemakan sentimen ini, menyatakan bahwa bisnis siap untuk perubahan, tetapi politisi harus mewujudkannya.